Hidayatullah.com- Sebagai negara hukum, harusnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) patuh pada criminal justice system atau atau Sistem Peradilan Pidana (SPD), bukan berubah menjadi hukum rimba.
Pernyataan ini disampaikan pemerhati kontra terorisme, Harits Abu Ulya (HAU) menanggapi wacana Kepala BNPT Komjen Pol. Saud Usman yang hendak meretas semua situs atau portal online yang dianggap “radikal” dengan menyewa para peretas (hacker).
“Jika wacana tersebut benar-benar dilakukan, maka BNPT tidak lagi profesional apalagi proporsional,” tegas Harist dalam rilisnya yang disampaikan Kamis (06/11/2014) pagi.
Menurut Harist seharusnya BNPT melakukan edukasi kepada publik, bukan sebaliknya.
Selain itu, masyarakat juga harus paham, bahwa dalam undang-undang tidak bisa seenaknya menutup situs atau portal online yang dianggap bermasalah, sebab mekanismenya harus melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (KemenKomInfo) terlebih dahulu.
“Kemenkominfo bisa atas usulan dari berbagai pihak termasuk BNPT,” ujarnya.
Setelah pihak kementerian mendapatkan usulan, lanjut Harist, usulan-usulan itu kemudian dikaji lebih dalam kontennya termasuk regulasi yang memayunginya.
“Bukan main sewa hacker untuk meretas atas nama perang melawan terorisme,” tegas Harist.
Selasa (04/11/2014) lalu, dalam kuliah umum di Universitas Surya, Jakarta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang baru, Komjen Pol Saud Usman Nasution menegaskan, memastikan akan meretas situs-situs yang dinilai radikal. “Makanya, BNPT merasa perlu menggandeng para peretas atau hacker andal. Ini langkah melawan teroris dunia maya,” ujar mantan Kadensus 88 ini.
Menurut Harist, jika hal itu dilakukan, BNPT sama saja melegalkan kejahatan terorganisir untuk menghadapi subyek yang baru diduga melakukan kejahatan. Sikap seperti itu bisa dianggap sebagai bentuk tindakan kriminal dan makin menunjukkan rasa frustasinya.*