Hidayatullah.com– Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas mengungkapkan bahwa banyak kiai dari NU yang kecewa karena Presiden Joko Widodo menunjuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama.
Ia mengaku bahwa dirinya dan pengurus PBNU lainnya banyak menerima pertanyaan dari para kiai terkait posisi Menteri Agama yang dijabat oleh mantan Wakil Panglima TNI itu.
“Selain pertanyaan, banyak kiai dari berbagai daerah yang menyatakan kekecewaannya dengan nada protes,” ungkap Robikin di Jakarta, Rabu (23/10/2019) beberapa saat setelah Jokowi mengumumkan susunan kabinet barunya, Rabu.
Baca: Fachrul Razi duga Dipilih Jadi Menag karena Ceramah “Menangkal Radikalisme”
Menurut Robikin, para kiai paham Kementerian Agama harus berada di garda depan dalam mengatasi radikalisme berbasis agama.
“Namun, para kiai tak habis mengerti terhadap pilihan yang ada (sebagai Menag, red),” ujarnya kutip Antaranews.
Lalu apa alasan Presiden Joko Widodo menunjuk mantan Wakil Panglima TNI Fachrul Razi sebagai Menteri Agama?
Fachrul Razi belum menyampaikan alasan persisnya. Bahkan, ia sebatas menebak-nebak alasan Jokowi.
Ia menebak, alasan penunjukannya sebagai Menteri Agama dalam Kabinet Indonesia Maju antara lain karena aktivitas ceramahnya tentang Islam yang damai dan toleransi.
“Tebakan saya begini, dia melihat Pak Fachrul ini sudah mendalami agama meski bukan kiai, juga khutbah di mana-mana, ceramah di mana-mana dan setiap ceramahnya enggak jauh tentang Islam yang damai, tentang toleransi, tentang persatuan dan kesatuan,” ujar Fachrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2019) usai dilantik sebagai Menteri Agama.
Baca: Eks Wakil Panglima TNI Fachrul Razi Jadi Menteri Agama
Menurut Robikin, para kiai sudah lama merisaukan fenomena terjadinya pendangkalan pemahaman agama yang ditandai merebaknya sikap intoleran, bahkan sikap ekstrem dengan mengatasnamakan agama.
“Semua di luar kelompoknya, kafir dan halal darahnya. Teror adalah ujung pemahaman keagamaan yang keliru seperti ini,” sebutnya.
Karena kondisi dan daya rusak yang diakibatkan, lanjut Robikin, secara kelembagaan jauh waktu NU tegas mengingatkan bahaya radikalisme itu.
“Bahkan NU menyatakan Indonesia sudah kategori darurat radikalisme, di samping darurat narkoba dan LGBT,” ujar Robikin.*