Hidayatullah.com–Kampanye penolakan pernikahan anak di bawah umur adalah baik adanya. Namun lebih baik lagi juga ditambah dengan menekan seks bebas di kalangan anak-anak di luar nikah, demikian disampaikan Reza Indragiri Amriel, Konsultan, Lentera Anak Foundation.
“Saya sejak lama mempersoalkan ketidakhadiran negara dengan bobot setara untuk menaruh atensi dan menekan seks (termasuk di kalangan anak-anak) di luar pernikahan,” demikian ujar Reza kepada hidayatullah.com, Sabtu (12/02/2021). “Yang terkesan kuat sekarang justru seks di luar pernikahan adalah silakan saja asalkan konsensual (mau sama mau), tidak menularkan penyakit, dan tidak mengakibatkan kehamilan yang tidak dikehendaki. Dari tiga hal semacam itu berkumandanglah program kondomisasi, ‘suami istri’ tanpa ikatan pernikahan, dan propaganda perilaku seks sejenis,” tambahnya.
Padahal menurut pria yang mendapat gelar master psikologi forensik dari Universitas Melbourne, Australia ini sangat yakin, jumlah anak yang melakukan seks di luar nikah amat sangat jauh lebih banyak daripada anak-anak yang menikah pada usia belia. Menurutnya, seks di luar nikah pula yang menjadi salah satu penyebab pernikahan anak-anak.
“Sehingga, tidak tepat memandang pernikahan anak-anak sebagai masalah yang terisolasi dari masalah-masalah lain. Selama fenomena seks di luar nikah tidak menerima perhatian negara, lalu terjadi kehamilan juga di luar nikah, jangan harap kampanye mencegah pernikahan anak-anak akan mencapai sasarannya, “ tambahnya.
Dalam masalah kasus Aisha Wedding (AW) ia mengatakan harus ditinjau dalam tiga isu. Pertama, AW sebagai website, AW sebagai perusahaan, dan AW dalam isu pernikahan usia anak-anak.
“Apakah EO bernama Aisha Wedding itu memang benar-benar ada? Atau cuma website-nya saja, dan bisnis yang sebenarnya tidak ada? Kalau ternyata AW cuma nama website tanpa sungguh-sungguh ada perusahaannya, maka perlu diusut apa motif pembuat situs tersebut,” katanya.
Selanjutnya menurut Reza, anggaplah benar-benar ada EO bernama AW. Saat dilaporkan ke polisi, apa persoalan pidananya? “Kalaulah dianggap caption pada situs AW tersebut dianggap bertentangan dengan kampanye pencegahan pernikahan anak-anak, maka apakah perbuatan AW tersebut bisa dijatuhi sanksi pidana?”
Yang terakhir, kata Reza, pernikahan usia 12 sampai sebelum 19 tahun memang bertolak belakang dengan UU Perkawinan. Tapi UU tersebut masih memungkinkan terjadinya perkawinan di bawah 19 tahun.
“Tapi jangan salah lho, UU yang sama membuka ruang bagi terjadinya perkawinan di bawah 19 tahun. Jadi, dalam gambaran ekstrim, pernikahan remaja 15 tahun adalah sah berdasarkan UU Perkawinan jika syaratnya terpenuhi. Dari poin ini saja tampaknya semakin goyah unsur pidana dalam AW, “ katanya.*