Hidayatullah.com– Habib Rizieq Shihab (HRS), terdakwa perkara kerumunan Petamburan dan Megamendung membacakan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam perkara itu, HRS menyampaikan keberatannya selaku tersangka kasus pelaranggaran protokol kesehatan yang diperlakukan seperti tahanan teroris. Hal itu bermula pada Rabu, 09 Desember 2020, Polda Metro Jaya telah mengumumkan bahwa HRS sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan saat acara Maulid Nabi dan pernikahan di Petamburan.
“Pada Sabtu, 12 Desember 2020 saya didampingi Pengacara mendatangi Polda Metro Jaya secara sukarela untuk menjalankan pemeriksaan, tapi saya langsung ditangkap dan ditahan hingga saat ini,” kata Habib Rizieq saat bacakan pledoi di PN Jakarta Timur, Kamis (20/05/2021).
Usai ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, HRS merasa selama penahanan sementara itu terlalu berlebihan untuk kasus pelanggaran protokol kesehatan. Dia membeberkan dirinya sempat diisolasi total sendirian dalam sel yang tiap hari digembok selama 24 jam.
“Termasuk tidak boleh dibesuk keluarga dan tidak boleh dijenguk tim dokter pribadi saya dari Tim Mer-C, serta tidak boleh ditengok oleh sesama tahanan walau sel bersebelahan,” ujar Habib Rizieq.
Lebih lanjut HRS juga mengatakan petugas pun dilarang menyapa dirinya, kecuali saat shalat Jumat saja ia keluar dari sel dan dikawal untuk ikut shalat Jumat bersama tahanan lain. Sehingga dia merasa kalau perlakuan selama menjalani tahanan sementara seperti tersangka teroris.
“Kasus saya hanya soal pelanggaran prokes tapi diperlakukan seperti tahanan teroris,” ujarnya.
Selain itu, HRS menyakini kasus yang dihadapi dirinya itu bukanlah sekadar persoalaan pelanggaran protokol kesehatan. Namun ada motif balas dendam atas gerakannya pada saat kasus-kasus penistaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Jadi jelas, rentetan teror dan intimidasi serta pembuhunan karakter terhadap saya dan kawan-kawan, yang datang secara terus menerus tanpa henti, dari sejak aksi Bela Islam 411 dan 212 di Tahun 2016, lalu Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017,” tukas HRS.
“Bahwa tiga kasus pelanggaran prokes yang saya hadapi merupakan bagian dari operasi intelijen berskala besar yang didanai para oligarki, sehingga ketiga kasus hukum tersebut hanya dijadikan sekadar alat justifikasi dengan menunggangi polisi dan jaksa penuntut umum dalam rangka balas dendam politik,” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya memberi hukuman kepada Habib Rizieq 2 tahun penjara dikurangi masa kurungan sementara atas perkara nomor 221, kerumunan di Petamburan.
HRS dianggap telah melanggar Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Habib Rizieq juga dituntut 10 bulan penjara atas perkara dugaan kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Megamendung. Habib juga didenda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara.
HRS dinilai telah melanggar Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular atau Pasal 216 ayat (1) KUHP.* Azim Arrasyid