Hidayatullah.com — Proyek ketahanan lumbung pangan nasional atau food estate diprediksi akan gagal oleh Guru Besar IPB, Dwi Andreas Santosa dalam kegiatan konferensi Refleksi Ekonomi Akhir tahun CORE Indonesia, Rabu (29/12) kemarin.
“Food estate atau lumbung pangan nasional saya kritik ini tidak belajar dari kesalahan selama 25 tahun, sehingga kesalahan terus menerus diulang sehingga saya pastikan ini gagal,” kata Dwi seperti dikutip dari Cnnindonesia, Kamis (30/12/2021).
Kegagalan itu, menurut Dwi karena tidak memenuhi 4 syarat yang mesti dimiliki proyek pangan skala besar. Padahal proyek itu diharapkan menjadi jawaban dari ancaman krisis pangan.
Pertama, proyek itu dinilai tak memenuhi kesesuaian tanah untuk menjadi lahan tanam. Selain itu, ia menyebut belum juga proyek dimulai tapi sudah banyak polemik yang menghiasi, seperti pelanggaran kepemilikan tanah adat.
Kedua, infrastruktur pertanian di lahan food estate tak sesuai. Ia menilai irigasi dan jalan sarana prasarana di beberapa lokasi yang dijadikan lahan tanam tidak memenuhi kriteria layak.
“Petani bisa mentransfer produknya ke luar wilayah produksi, itu pun juga sulit, kami terlibat bukan hanya ngomong saja,” ujarnya.
Dwi mengklaim pihaknya beberapa kali melakukan percobaan tanam di lokasi berbeda, namun sejauh ini percobaan masih menemui jalan buntu alias gagal tanam. “Kalau infrastrukturnya setengah-setengah jangan kira-kira lah, pasti gagal,” terangnya.
Ketiga, varietas yang ditanam kurang cocok dengan lahan tanam dan teknologi yang dimiliki pun masih minim. Belum lagi soal ketersediaan pupuk.
Keempat, Dwi mengatakan syarat agar food estate bisa berhasil adalah produktivitas gabah yang dihasilkan. Ia mensyaratkan setiap hektare lahan harus mampu menghasilkan minimal 4 ton gabah. Sementara, saat ini, kata dia gabah yang bisa dihasilkan hanya 1 ton per hektare.
“Proyek food estate tadi itu tidak ada yang mencapai itu, uji coba kami saja hanya 1 ton per hektare, padahal didampingi doktor, profesor, untuk itu kenapa mohon pemerintah mempertimbangkan lagi,” tukasnya.*