Hidayatullah.com– Ustadz Abdul Somad (UAS) dideportasi sepihak oleh petugas Bandara Internasional Hongkong, Sabtu (23/12/2017).
Menyikapi itu, pihak pengacara GNPF Ulama yang selama ini mengadvokasi UAS, Kapitra Ampera, akan menyampaikan protes ke pemerintah Indonesia dan pemerintah China.
Selain itu, kata Kapitra, pihaknya juga akan meminta penjelasan dari pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri.
“Kita akan melakukan protes ke pemerintah Indonesia sekaligus meminta klarifikasi melalui Menteri Luar Negeri,” ujar Kapitra kepada hidayatullah.com, Ahad (24/12/2017) saat dihubungi melalui sambungan telepon. “(Protes ke) pemerintah Indonesia dan RRC,” tambahnya.
Baca juga: UAS Dideportasi saat Dakwah ke Hongkong
Siapa yang melaporkan rencana kedatangan UAS ke China?
Ditanya begitu, ia menjawab, “Apa yang harus diinfokan ya. Ini, kan, imigrasi Hongkong ini kan menelan bulat-bulat aja info yang enggak jelas (soal UAS, Red).”
Menurutnya UAS kena fitnah terkait pendeportasian sepihak itu.
“Pasti ada orang fitnah dia terus terima gitu aja tanpa data, tanpa alasan apapun lalu dia langsung mengambil keputusan. Ini sebagian negara kan enggak apa-apa gitu,” terangnya.
Hingga Ahad pagi, menurut Kapitra, UAS sudah berada di Indonesia. “Baru sampai di Pekanbaru tadi (pagi). Ya barusan,” ungkapnya.
UAS dideportasi oleh petugas Bandara Internasional Hongkong saat hendak melakukan syiar dakwah di Hongkong, kemarin, Sabtu (23/12/2017). UAS mengaku, pemulangan sepihak itu tanpa alasan.
Kejadian itu bermula saat UAS dan rombongan mendarat di Hongkong sekitar pukul 16.00 waktu setempat (pukul 15.00 WIB).
Begitu ia keluar pintu dari pesawat, tuturnya, sejumlah petugas mengadang penceramah tersebut.
“Keluar dari pintu pesawat, beberapa orang tidak berseragam langsung mengadang kami dan menarik kami secara terpisah; saya, Sdr Dayat dan Sdr Nawir,” ungkapnya dalam penjelasannya pada Ahad (24/12/2017) dinihari diterima hidayatullah.com.
Baca: Tokoh Hindu Sayangkan Persekusi UAS: Itu Bentuk Intoleransi
Para petugas itu meminta UAS membuka dompet, membuka semua kartu-kartu yang ada di dalamnya.
“Di antara yang lama mereka tanya adalah kartu nama Rabithah Alawiyah (Ikatan Habaib). Saya jelaskan. Di sana saya menduga mereka tertelan isu terorisme. Karena ada logo bintang dan tulisan Arab,” tuturnya.
Perlakuan itu banyak dinilai masyarakat seolah perlakuan terhadap teroris.
“Ketika seorang ustadz dianggap dan diperlakukan teroris. Itu karena mereka memang takut kebangkitan islam. UAS Ditolak di Hongkong dan dideportasi dianggap teroris, kita makin paham dan Allah tampakan mana musuh mana kawan. Rapatkan barisan!,” kicau warganet J. Vardan @JackVardan, Ahad, menyikapi kejadian itu.*