Hidayatullah.com– Dewi Handayani (23), perekam video kasus dugaan bantuan berkedok misi agama tertentu di Lombok Utara, diperiksa kepolisian di Polda NTB, Mataram, Jumat (31/08/2018) siang.
Kedatangan mahasiswi STIKES Yarsi Mataram ke Polda NTB itu dikawal puluhan aktivis dari gabungan ormas Islam dan sejumlah rekan dari kampusnya yang datang memberikan dukungan moral.
Sebelum menuju kantor Polda, massa terlebih dahulu melakukan koordinasi dan doa bersama di kantor MUI NTB, yang turut dihadiri Ketua MUI NTB, Prof Saiful Muslim.
Tim pengacara Dewi menyebutkan, kasus tersebut telah ditingkatkan statusnya oleh penyidik Polda NTB dari penyelidikan ke penyidikan.
Kendati demikian, Joko Jumadi, salah seorang anggota tim advokat, memastikan status Dewi masih sebatas saksi.
Baca: Ormas Islam NTB Dampingi Perekam Video Dugaan Penyebar Misi Berkedok Bantuan
Dewi mengakui sebagai perekam video itu saat kegiatan trauma healing berlangsung di kampungnya di Dusun Onggong Lauk, Desa Teniga, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara pada Jumat (24/08/2018) lalu.
Dewi merekam lantaran penasaran dengan tata cara trauma healing yang relawan lakukan kepada para korban.
“Saya heran dan bertanya-tanya karena trauma healing itu menggunakan cara percik-percik air kepada warga. Lalu saya rekam dan lempar ke grup WhatsApp kampus mempertanyakan hal itu,” ujarnya kepada tim investigasi Forum Arimatea, di kantor MUI NTB, Kota Mataram, Kamis (30/08/2018) kemarin lansir INA.
Yang membuat mahasiswi yang sebentar lagi akan diwisuda itu semakin kaget, beberapa jam setelah merekam kejadian itu, videonya mendadak viral di media sosial, terutama di akun media sosial Facebook.
“Padahal, saya tidak pernah lempar ke Facebook. Hanya di grup WA (WhatsApp) kampus. Itu pun saya hanya mempertanyakan tata cara dari relawan itu memberikan trauma healing,” kata Dewi.
Dewi menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resor Mataram sehari setelah video itu viral.
Tak hanya itu, sejumlah orang yang mengaku sebagai aparat akhir-akhir ini banyak yang berkunjung ke kediamannya dan mengorek informasi dari Dewi perihal video itu.
“Saya selalu katakan bahwa saya tidak ada maksud menyebarkan ujaran kebencian, dan saya tidak tahu kalau itu diduga kegiatan pemurtadan. Saya hanya bertanya dari sisi trauma healingnya,” terang Dewi, yang rumahnya di Lombok Utara, juga rata dengan tanah akibat gempa bumi berkekuatan 7.0 skala richter yang terjadi pada Ahad (05/08/2018) lalu.
Sebelumnya pihak pengacara Dewi meyakini kasus Dewi tidak akan dilanjut oleh kepolisian. Sebab, jelasnya, alat bukti yang dapat menunjukkan adanya unsur pencemaran nama baik atau pun yang bermuatan SARA oleh Dewi, sangat minim.
“Kecil kemungkinan untuk menjerat Dewi sebagai tersangka karena di dalam video yang direkam lalu dikirim ke grup WhatsApp tersebut tidak ada unsur penyataan yang menghina, menjelekkan, tetapi hanya kalimat pertanyaan. Dewi bertanya di dalam grup WhatsApp itu dengan lampiran video. Dewi menulis: ‘benarkah video ini kristenisasi?’” terang Joko.* Irfan Abdul Gani/INA
Baca: Ribuan Anak SD di Sumenep Madura Jadi Sasaran Dugaan Kristenisasi