Hidayatullah.com– Dalam setiap tahun ada sebanyak 1.000 hektare area pertanian berubah fungsi menjadi bangunan di Bali. Itu terjadi karena adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi akomodasi pariwisata yang rata-rata mencapai 1.000 hektare.
Dari 79.000 hektare sawah di Bali, setiap tahunnya mengalami pengurangan sekitar 1.000 hektare akibat alih fungsi lahan.
Sehingga warga bersama-sama pemerintah dan instansi terkait berupaya meminimalisasi penjualan lahan hijau, meskipun penghasilan yang diperoleh petani tiap bulan tidak lebih dari Rp 3 juta.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengingatkan warganya untuk menjaga area sawah milik mereka masing-masing.
Hal itu juga dikatakan Wagub ketika berkunjung ke Desa Tengkulak Kaja, Kemenuh, Gianyar. Dilansir INI-Net, Selasa (08/10/2019), Wagub mengajak warga untuk menjaga tanah hijau berupa sawah atau subak mereka dari giuran dolar, mengingat lahan hijau di Bali saat ini sudah semakin berkurangnya.
Untuk menghindari alih fungsi lahan, instansi terkait bersama warga subak harus memiliki komitmen dengan membuat perarem, dan mengoptimalkan Perda Nomor 4 tahun 2019 tentang Desa Adat yang saat ini sudah memiliki kekuatan hukum. Salah satunya untuk mengurangi alih fungsi lahan dari sawah menjadi perumahan.
Selain itu, pria yang akrab dipanggil Cok Ace ini mengingatkan, jika ada permasalahan maka dicari pemecahan antara Bendesa Adat dengan Majelis Adat Kabupaten serta Dinas Kebudayaan terkait, tujuannya agar dapat mempertahankan kesatuan dan kebersamaan warga Bali.
Alih fungsi lahan pertanian di Bali terbanyak dari area persawahan menjadi perumahan, serta akomodasi wisata, seperti villa dan hotel.
Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan aturan khusus yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Pada pasal 2, disebutkan tujuan dikeluarkannya aturan tersebut.
Antara lain; Mempercepat penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional; Mengendalikan alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat; Memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan Lahan Sawah; Menyediakan data dan informasi Lahan Sawah untuk bahan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Presiden kemudian membentuk Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Tim terpadu ini tugasnya antara lain mengoordinasikan pelaksanaan verifikasi penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi, sampai melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan sawah.
Menko Bidang Perekonomian bertindak sebagai Ketua Tim Terpadu tersebut. Sedangkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai Ketua Hariannya. Melalui aturan tersebut, nantinya akan terdaftar lahan sawah mana saja yang dilindungi dan diharamkan untuk dialihfungsikan.
Sebelum terbitnya Perpres itu, Indonesia sudah punya regulasi khusus yang mengatur perlindungan lahan pertanian, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.*