Hidayatullah.com–Semua staf anggota tim perunding PLO adalah orang Palestina asli, demikian dikatakan kepala perunding PLO yang mengundurkan diri, Saeb Erekat, Jumat (4/3).
Hari Kamis kepada Maan, anggota Komisi Pusat Fatah, Nabil Sha’ath, mengatakan Unit Pendukung Negosiasi akan direstrukturisasi sehingga hanya dijalankan dan didanai oleh orang Palestina. Orang asing yang menjadi staf telah diberhentikan dan kontrak lembaga itu dengan perusahaan Inggris tidak lagi diperbaharui.
Unit Pendukung Negosiasi dibentuk tahun 1989 dengan dana berasal dari Eropa dan dipimpin oleh Institut Adam Smith yang bermarkas di London.
“Kami mempertimbangkan kembali kinerja perusahaan itu, mengakhiri pekerjaannya dan memberhentikan pegawainya,” kata Sha’ath.
Seorang jurubicara Unit Pendukung Negosiasi mengatakan bahwa kontrak Institut Adam Smith telah berakhir lebih dari satu tahun lalu dan tidak diperpanjang.
Sementara itu anggota Komite Pusat Fatah, Hanna Amirah, mengatakan bahwa dulu ada 25 orang asing yang bekerja di sana, tapi mereka sudah dipecat.
Seorang pejabat Unit Pendukung Negosiasi yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, pernyataan Amirah adalah “pernyataan paling memalukan yang dibuat oleh anggota PLO.”
Menurut pejabat itu, staf yang bekerja di sana semuanya selalu orang Palestina, sebagian tidak punya kartu identitas karena pendudukan Israel. Ditambahkan pula olehnya, adalah “masalah besar” jika Amirah menganggap orang Palestina yang tinggal di Israel, misalnya, bukanlah bangsa Palestina.
Erekat menegaskan bahwa semua pegawai di lembaga itu adalah orang Palestina, tanpa mempermasalahkan di mana mereka tinggal. Sebagian adalah pengungsi yang tinggal di pengasingan dan sebagian lain meninggalkan universitas-universitas ternama di dunia untuk menyumbangkan tenaga mereka pada PLO.
Erekat menuntut agar kampanye menjelek-jelekkan lembaga negosiasi yang katanya hanya melayani kebutuhan penjajah Israel itu diakhiri.
Unit negosiasi PLO mendapat sorotan tajam setelah sejumlah dokumen yang bocor ditampilkan stasiun televisi Al-Jazeera. Dokumen-dokumen itu mengungkap laporan rahasia, termasuk catatan pertemuan tertutup yang dilakukan oleh PLO selama negosiasi dengan Israel. Dari sana terungkap bahwa para perunding Palestina menawarkan konsensi tanpa syarat kepada Israel, termasuk terkait status kota Yerusalem dan hak-hak pengungsi.
Akibat kebocoran dokumen tesebut, Erekat kemudian mengundurkan diri. Dia bersikukuh mengatakan bahwa dokumen yang bocor tersebut bukan berasal dari kantornya.*