Hidayatullah.com–Raja Jordania Abdullah II, berjanji akan menentang setiap upaya penjajah Israel yang berniat mengubah status tempat suci Muslim di Al Quds.
“Jordan akan terus menghadapi, dengan segala cara, kebijakan sepihak Israel dan langkah-langkah di Jerusalem serta melestarikan tempat-tempat suci Muslim dan Kristen, sampai perdamaian dikembalikan ke tanah yang damai,” kata raja dalam satu pidato.
Jordan, yang memerintah Jerusalem timur dan Tepi Barat sebelum negara Yahudi itu merebut wilayah Palestina dalam perang Timur Tengah 1967, dinilai memiliki tanggung jawab atas tempat-tempat suci di sektor timur yang dicaplok Zionis-Israel.
Status Jordan sebagai kustodian diabadikan dalam perjanjian perdamaian 1994 dengan Negara Yahudi itu.
Kompleks Masjid Al-Aqsa di Jerusalem timur Kota Tua telah menjadi pusat perlawanan Palestina menghadapi upaya Yahudi yang akan mengambil kendali wilayah itu, dan memicu bentrokan antara demonstran dan polisi Israel untuk beberapa bulan terakhir.
Sejak Ahad (02/11/2014) pagi, penjajah Zionis telah menutup pintu jalur penyeberangan Karim Abu Salim dan Erez. Israel tidak memberikan kejelasan kapan jalur penyeberangan tersebut akan dibuka kembali.
Sebelumnya, semenjak hari Kamis (30/10/2014) Zionis menetapkan penutupan total Masjidil Aqsha setelah adanya percobaan pembunuhan kepada seorang rabi Yahudi yang gemar menodai Masjidil Aqsha, Yehuda Glick.[Baca: Mengenal Rabi Yehuda Glick, Provokator Kekerasan di Masjid Al Aqsha]
Glick ditembak seseorang hingga terluka parah, Rabu malam (29/10). Sejak insiden penembakan Glick, gerombolan serdadu penjajah menyebar di seluruh Al-Quds. Esoknya, Zionis sudah melarang muadzin Masjidil Aqsha masuk. Bahkan jamaah hanya bisa shalat di gang, itupun dibatasi beberapa orang.*