Hidayatullah.com–Beberapa warga Palestina di Gaza menemukan cara baru untuk mencari nafkah dalam menghadapi tingkat pengangguran tinggi yang menghancurkan kehidupan masa kini dan masa depan banyak orang. Mereka beralih dengan cara beternak puyuh.
Ibrahim Abu Odeh, 34 tahun, dari kota Khan Younis di Gaza selatan, adalah satunya. Tidak kehilangan harapan meski pengangguran mencapai hampir 50 persen, dia memulai peternakan puyuh pertama di wilayah tepi pantai yang diblokade Zionis.
Berburu burung puyuh yang sedang bermigrasi dari iklim beku Eropa ke Timur Tengah yang hangat telah menjadi sumber pendapatan penting bagi banyak orang di Gaza, dengan menjualnya ke pasar lokal. Namun, Abu Odeh melihat jauh ke depan.
Lima tahun lalu dia membeli beberapa telur puyuh dari pemburu dan mulai memelihara burung puyuh di kandang-kandang di atap rumah keluarganya.
“Kemudian pekerjaan semakin banyak, permintaan meningkat, jadi saya memutuskan untuk menyewa sebidang kecil tanah di dekat rumah untuk memelihara lebih banyak burung puyuh,” katanya kepada Al Jazeera. “Keuntungan saya sekitar 500 AS Doler per bulan, yang membantu saya untuk memberi makan keempat anak saya dan mendanai gelar master saya, karena saya akhirnya mempersiapkan tesis saya di bidang akuntansi di Universitas Islam Gaza,” tambahnya.
Baca: Laporan: Blokade ‘Israel’ Memperparah Krisis Covid-19 di Gaza
Bisnis yang dia kembangkan tidak selalu lancar – Abu Oden mengatakan butuh waktu untuk memikirkan cara memelihara burung dan ada beberapa kerugian.
“Saat saya membeli 1.000 telur pertama, setengah dari unggas yang baru lahir mati. Saya belajar dari YouTube dan situs yang membagikan cara beternak burung puyuh, jadi saya mengatasi kendala ini,” katanya. “Telur saya beli dari pemburu burung puyuh, lalu saya taruh di tempat penetasan dan waktu penetasan burung baru sekitar 18 hari. Burung puyuh sangat diminati warga Gaza karena harganya yang murah dan nilai pakannya yang bagus,” ujarnya.
Ketika berat burung baru mencapai 250 gram, ia menjualnya seharga 2,5 shekel Israel [Rp 10.700]. Peternakan Abu Odeh memelihara sekitar 16.000 ribu burung sebulan, yang dijual di pasar lokal.
Dia dan ayahnya yang berusia 66 tahun, Nasser, merawat burung-burung itu baik secara langsung di peternakan atau dari jarak jauh melalui ponsel mereka yang terhubung ke kamera pengawas.
Baca: Masjid-masjid di Gaza Kembali Dibuka
Meningkatnya pengangguran
Gaza telah berada di bawah blokade Zionis Israel selama 14 tahun, sangat membatasi aktivitas ekonominya, terutama mencari ikan di laut yang merupakan pendapatan utama bagi sebagian besar warga Palestina di Gaza. Sekarang, jaring ikan digunakan untuk menangkap burung puyuh dengan cara digantung di antara tiang kayu di sepanjang pantai, memungkinkan “pemburu burung puyuh” untuk menangkap burung yang bermigrasi saat mereka tiba dari Eropa.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh Euro-Mediterranean Human Rights Monitor pada Januari 2021, tingkat pengangguran di Jalur Gaza melonjak menjadi 56 persen setelah 14 tahun blokade Israel di Gaza, dibandingkan dengan 40 persen pada 2005. “Beternak burung puyuh memberi saya sumber pendapatan … pengepungan laut ‘Israel’ dan larangan impor kapal baru dan material penangkap ikan telah menghancurkan industri perikanan,” katanya.
Meski tidak lagi menangkap ikan, keluarga tersebut masih menghadapi tantangan besar karena blokade. “Tantangan terbesar adalah pemadaman listrik lebih dari 16 jam per hari, jadi saya memasang sistem tenaga surya untuk menekan biaya operasional penggunaan bahan bakar untuk penerangan. Apalagi, harga pakan terus naik,” kata Abu Odeh.
Baca: Petani Gaza Panen Kurma, Tapi Kesulitan Menemukan Pembeli
Sumber makanan penting
Salim Nassar, seorang pedagang ternak, mengatakan rendahnya harga burung puyuh membuatnya lebih diminati konsumen dibandingkan ayam lokal. “Burung puyuh mudah dipelihara dan tidak membutuhkan banyak ruang dan reproduksinya cepat serta penyakitnya sedikit,” kata Abdul Fattah Abd Rabbo, profesor ilmu lingkungan di departemen biologi Universitas Islam Gaza.
Dia menambahkan: “Harganya murah dan digemari sebagian besar penduduk Jalur Gaza karena mereka hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit.”
Abd Rabbo mengatakan kepada Al Jazeera bahwa puyuh berkembang biak di Eropa pada musim panas kemudian bermigrasi pada musim gugur ke Afrika dan Asia. Mereka terbukti menjadi sumber makanan penting di Gaza di mana lebih dari 68 persen rumah tangga, atau sekitar 1,3 juta orang, mengalami kerawanan pangan parah atau sedang, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan, OCHA.
Pada 2017, PCBS melaporkan bahwa angka kemiskinan di Gaza telah mencapai hampir 60 persen dengan angka kemiskinan parah di atas 42 persen.*