Hidayatullah.com– Islamic Studies and Action Center (ISAC) melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam kasus salah tangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror terhadap dua warga Solo kepada Ketua Komisi III DPR RI dan Ketua Komnas HAM.
Demikian rilis Islamic Studies and Action Center (ISAC) setelah mendengar kesaksian dua warga yang sempat ditanglap Densus –Nur Sawaludin warga Dawung Serengan Solo dan Galih warga Panularan Lawiyan Solo– hari Selasa 29 Desember 2015.
“Telah terjadi penculikan oleh Densus 88 Anti Teror pada Selasa, 29 Desember 2015 sekitar pukul 11.20 di jalan Honggowongso depan SMA Al Islam 1 Solo terhadap 2 warga Solo sebagaiman tersebur di atas,” ujar juru bicara ISAC, Endro Sudarsono dalam rilisnya hari Jumat (01/12/2015).
“Penangkapan terhadap 2 warga Solo tersebut tidak disertai surat penangkapan, diketahui pelaku dilakukan dengan menggunakan 5 mobil,” lanjut Endro.
Di ceritakan Endro, korban bernama Nur Sawaludin saat itu sedang naik sepeda motor hendak menunaikan sholat Dhuhur di Masjid SMA Al Islam 1 Solo tiba tiba dipaksa masuk mobil dengan ditodong dengan pistol, kepada ditutup, lalu dibawa ke Mapolsek Lawiyan Solo. Pelaku mengaku sebagai Densus 88
Sesampai di Mapolsek Lawiyan Solo, Nur Sawaludin tanganya diborgol, diintrogasi dengan kasar, dan dipersulit menunaikan sholat Dhuhur.
Sementara Galih yang akan menuju Masjid SMA Al Islam 1 untuk menunaikan sholat Dhuhur, tiba tiba sepeda motornya ditabrak mobil hingga terjatuh, lalu ditangkap beberapa pria berbadan tinggi besar, diperlakukan kasar sementara, punggung dan lututnya diinjak.
Galih dibawa ke Mapolsek Lawiyan dengan kepala ditutup, diintrogasi dengan kasar, serta dipersulit sholat Dhuhur.
Terkait fakta-fakta di atas ISAC meminta Ketua DPR RI dan Ketua Komisi III, Ketua Kompolnas untuk memanggil Kapolri dan Kadensus 88 Anti Teror untuk mememinta keterangan perihal salah tangkap atau tindak pidana penculikan 2 warga Solo yang tidak prosedural, tanpa disertai surat penagkapan, masih ada perilaku dan perkataan kasar, intimidasi serta mempersulit pelaksanaan sholat Dhuhur yang merupakan aktualisasi agama.
“Dalam kasus ini Densus 88 Anti Teror tidak minta maaf, tidak merehabilitas nama baik dan tidak memberi kompensasi sebagaiman Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983,” tulis Endro.
ISAC juga meminta Ketua Komnas HAM mengusut terjadinya dugaan pelanggaran HAM tersebut. ISAC juga meminta Ketua Ombudsman menindaklanjuti dugaan malladministrasi yang dilakukan Densus 88.
“Surat ini kami buat besar harapan kami, harapan warga Indonesia agar Polri pada umumnya dan Densus 88 Anti Teror pada khusunya tetap menjadi pelayan, pengayom, pelindung dan sebagai institusi penegak hukum yang profesional, proporsional dan humanis,” ujar Endro Sudarsono.*