Hidayatullah.com | DI PINTU gerbang sebuah masjid, ada seorang bapak yang tampak cemas. Gerak-geriknya kelihatan sibuk, menyapa setiap jamaah yang keluar dari masjid.
โMas, golongan darahnya apa? Pak, tolong bisa donor darah?โ ujarnya.
Ada sebagian jamaah yang menyambut permintaannya. Ada juga yang cuek saja. Yang jelas, bapak itu terus berusaha mencari relawan donor darah.
Ternyata istrinya sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit. Padahal saat itu persediaan darah sedang menipis. Apalagi golongan darahnya AB, memang susah dicari. Demi sang istri, suami itu rela bertanya dan merayu sana sini.
Panik
Dalam kehidupan berkeluarga, ketika istri sakit maka akan memberikan banyak pelajaran yang berharga. Situasi itu akan membuat suami bisa merasakan tentang jasa dan peran seorang wanita.
Berbeda halnya ketika yang sakit adalah suami. Semua tetap bisa terlayani dengan baik berkat kesetiaan dan kasih sayang istri. Namun suasana bisa berbeda jika yang sakit adalah istri.
Ketika istri sakit, maka suami harus siap untuk menjadi manusia super sibuk. Misalnya menyiapkan segala kebutuhan dan mengerjakan seluruh pekerjaan rutin harian di rumah. Mulai memasak, mencuci, menyapu, mengepel, memandikan anak-anak, menyiapkan baju, menemani belajar, mengantar ke sekolah, dan sebagainya. Ditambah dengan merawat dan melayani istri yang sedang terbaring sakit.
Banyak suami yang tidak mampu mengemban rutinitas pekerjaan istri. Terbukti ketika istri sakit, maka rumah berubah menjadi seperti kapalย pecah. Semua berantakan, barang-barang berhamburan, anak-anak tidak terawat mandi dan makan, apalagi belajarnya. Terlihat jelas wajah panik dan kelelahannya.
Tidak jarang suami harus izin untuk tidak masuk kantor beberapa hari. Pekerjaannya pun tertunda dan terbengkalai. Shalat berjamaah di masjid juga menjadi tergesa-gesa karena harus cepat pulang. Rasanya stres.
Pembuktian Cinta
Ketika istri sakit adalah sarana untuk menguji jiwa sakinah, mawadah, dan rahmah pada suami. Wajar seorang suami mencintai istrinya yang shalihah, cantik, dan sehat. Bagaimana jika sedang sakit dan kondisinya kepayahan?
Di sinilah cinta suami akan teruji. Apalagi jika sakit sang istri tergolong parah dan bertahun-tahun.
Jika cintanya dilandasi oleh kondisi fisik, maka bisa jadi kadar cintanya akan menurun. Namun jika cintanya didasari oleh iman, maka ujian sakit istri itu akan menjadikan semakin cinta. Juga semakin dekat kepada Allah SWT dan terus bermujahadah demi kesehatan pasangannya.
Ada beberapa hikmah yang bisa diambil oleh suami ketika istri sedang sakit:
Pertama, menumbuhkan kesadaran sehingga melahirkan empati yang tinggi terhadap istri.
Mungkin selama ini suami menganggap pekerjaan rutin istri di rumah adalah sepele dan ringan. Ternyata ketika suami mengambil alih pekerjaan tersebut, terasa rumit dan berat. Kelihatannya sederhana, tapi harus terus-menerus dilakukan dan tidak boleh berhenti.
Oleh sebab itu, suami harus memberikan apresiasi dan tidak perlu malu memberikan pujian terhadap aktivitas istri. Berkat ketaatan dan keshalihahannya, maka setiap hari tersedia makanan dengan menu yang lengkap. Pakaian pun sudah tersimpan rapi di lemari. Rumah bersih dan nyaman. Anak-anak terawat dan terurus dengan baik.
Kedua, mengasah kesabaran.
Menemani dan melayani orang sakit dalam waktu yang lama membutuhkan kesabaran luar biasa. Apalagi jika yang sakit itu adalah istri.
Terkadang muncul banyak permintaan yang aneh-aneh, cenderung memaksa, sedikit bertambah manja dan rewel. Padahal kondisi suami juga sudah lelah dan perlu istirahat karena harus bekerja dan mengambil alih pekerjaan rumah. Jika tidak berlatih sabar, maka pasti akan ngomel dan marah-marah.
Ketiga, suami perlu membekali diri dengan berbagai keterampilan yang selama ini seolah diwajibkan hanya untuk pekerjaan kaum hawa.
Contohnya memasak, mencuci, dan mengasuh anak. Kalau ada pembantu, barangkali tidak banyak muncul masalah. Namun mayoritas di masyarakat tidak mempekerjakan pembantu di rumah.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah ๏ทบ pun terkadang menjahit pakaian dan sandalnya sendiri serta membantu istrinya memasak. Oleh karena itu, bukanlah hal tabu bagi seorang suami untuk sesekali menjadi koki di rumah. Sempatkan pula untuk membantu mencuci dan membersihkan rumah. Ini adalah aktivitas yang sebenarnya sudah biasa dilakukan seorang pria sebelum menikah.
Faktanya, ada saja suami yang menempatkan istri bagaikan pembantu. Yaitu seperti tukang masak, tukang cuci, tukang bersihkan rumah dan halaman, serta tukang mengasuh anak. Padahal hakikat pernikahan adalah saling memahami, membantu, dan bekerja sama sebagai partner dalam rumah tangga.
Keempat, memberi kesadaran tentang pentingnya kesehatan.
Rasulullah ๏ทบ bersabda
ููุนูู ูุชูุงูู ู ูุบูุจูููู ูููููู ูุง ููุซููุฑู ู ููู ุงููููุงุณู ุ ุงูุตููุญููุฉู ููุงููููุฑูุงุบู
โAda dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.โ (Riwayat Bukhari 6412)
Saat sakit, maka semua berjalan abnormal atau serba darurat. Keadaannya menjadi sulit, baik bagi si penderita maupun orang-orang dekatnya. Begitu pula bagi kehidupan suami-istri.
Suami tentu tidak bisa hanya menuntut istrinya sehat terus, sementara ketika sakit tidak memberi perhatian yang cukup. Kesehatan istri sangat penting karena ia adalah manajer di rumah tangga.
Jika ditelusuri secara seksama, bisa jadi salah satu penyebab istri sakit adalah kurang perhatiannya suami. Mungkin selama ini kurang terpenuhi kebutuhan gizinya, kurang refressing, terlalu lelah dengan pekerjaan di rumah, sementara suami cuek dan asyik dengan pekerjaannya.
Orang bijak sering mengatakan bahwa menjaga kesehatan dan menghindari penyakit itu jauh lebih baik daripada mengobati. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika suami bisa mengkondisikan rumah tangga sedemikian rupa agar istri terhindar dari berbagai macam penyakit.* Abdul Ghofar Hadi, Ketua Lembaga Pendidikan dan Pengkaderan Hidayatullah Balikpapan/Suara Hidayatullah