Hidayatullah.com–Bismillaahirrahmaanirrahiim. Indonesia tak akan jadi China, tak akan jadi Amerika Serikat, tak akan jadi Inggris, tak akan jadi Singapura, Malaysia, Suriah, Palestina, Uganda, Rwanda, Kashmir, Iraq, atau Malaysia. In syaa Allah, Indonesia Tetap Indonesia.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena Suriah bagian Negeri Syam yang Allah tetapkan sebagai Ardhul Mubarak (Negeri yang Diberkahi): Al-Qur’an surah Al-Israa’: 1, Al-Anbiyaa’: 71, Al-A’raaf: 137. Sedangkan Indonesia hanya diberkahi Allah jika penduduknya bertaqwa, Al-A’raaf: 96.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena Suriah bagian dari Negeri Syam yang didoakan secara khusus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam keberkahan negeri dan warganya.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena tak seperti Indonesia, Suriah bagian dari Negeri Syam tanah kelahiran para Nabi dan Rasul yang dipilih Allah membawa risalah Ilahiyah. Nabi Ibrahim, Nabi Luth, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Ayub, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, Nabi Isa adalah di antara mereka yang hidup dan wafat di Suriah dan Syam.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena tidak seperti Indonesia, Suriah bagian dari Negeri Syam, negeri para syuhada dari kalangan Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam. Di antara Sahabat yang syahid dan dikuburkan di Suriah, Bilal bin Rabah, Abu Hurairah, Abu Darda’, Muadz bin Jabal, Khalid bin Walid, Shuhaib bin Sinan, Dhahiyah Al-Kalbi. Para Syuhada tidak mati, tapi hidup di sisi Allah (Al-Qur’an surah Aali Imran 169).
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Orang Indonesia dikenal santun berbudi luhur. Akan tetapi, warga Suriah “Ahlu asy-Syam” terkenal mulia akhlaknya, bukan semata karena “orang Timur” atau “beradat ketimuran”, tapi karena cinta kepada akhlak adab Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam dan sahabatnya.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena tidak seperti Indonesia, selama 1.156 tahun Suriah bagian dari Negeri Syam yang ibu kotanya Baitul Maqdis, yang telah menjadi pusat perdamaian regional Timur Tengah. Sejak dibebaskan oleh ‘Umar bin Khattab.
Indonesia istimewa, tapi tak pernah berperan sepenting itu di dunia internasional dalam kurun selama itu.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Sedangkan Suriah bagian dari Syam dijajah oleh Prancis “hanya” selama 29 tahun.
Suriah porak-poranda sejak dijajah Prancis sebagai hasil persekongkolan Prancis-Inggris bernamaSykes-Picot Agreement yang membagi Negeri Syam menjadi empat (1916): Suriah-Lebanon dijajah Prancis; Palestina-Yordania dijajah Inggris.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena sejak merdeka 1946, Suriah sudah mengalami sedikitnya lima kudeta militer yang membubarkan pemerintah yang sah. Kudeta terakhir dilakukan Hafez Assad, ayah Bashar Presiden Suriah yang sekarang, pada 8 Maret 1963.
Dengan kekerasan militer Hafez Assad merampas kekuasaan secara inkonstitusional dari pemerintah sah Presiden Nazim Al-Qudsi. Sedangkan kudeta militer di Indonesia bisa dibilang tak pernah berhasil.
Baca: Yang Perlu Diketahui: Apa Perang Suriah, Rezim Bashar dan Keterlibatan Syiah [1]
Dalam Dokumentasi sejarah Aljazeera “The Reckoning”, Hafez berkomplot dengan organisasi rahasia Komite Militer Partai Sosialis Arab Baats. Anggota intinya empat orang: etnis Syiah Alawiyah dua orang, termasuk Hafez, etnis Syiah Ismailiyah dua orang. Kelak ketiga kawan komplotannya itu satu persatu dipenjara, dibunuh, atau diusir ke luar Suriah, oleh Hafez ayah Bashar.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena belum ada satu pun dinasti keluarga Indonesia yang dengan kejam mempertahankan kekuasaan seperti Dinasti Assad Suriah selama 47 tahun. Hafez berkuasa dari tahun 1971 sampai 2000, diwariskan kepada anaknya sejak 2000 sampai 2018 ini.
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena sesudah Reformasi Politik 1999, mekanisme kontrol kekuasaan saat ini tidak memungkinkan lagi satu partai berkuasa secara mutlak sendirian di Indonesia.
Partai Sosialis Arab Baats berkuasa sendirian di Suriah lewat teror, penangkapan, penyiksaan, pembunuhan, dan pengusiran selama 47 tahun.
Indonesia Tetap Indonesia tak jadi Suriah karena tidak seperti di Suriah, sejak merdeka tahun 1945 belum ada satu orang presiden pun di Indonesia tega meneror rakyat dan merekayasa hasil pemilu sehingga memenangkan 100% suara.
Baca: Yang Perlu Diketahui: Apa Perang Suriah, Rezim Bashar dan Keterlibatan Syiah? [2]
‘Pemilu’ Suriah:
1971: 99,2% Hafez Assad
1978: 99,9% Hafez Assad
1985: 100% Hafez Assad
1991: 99,9% Hafez Assad
1999: 100% Hafez Assad
2000: 99,7% Bashar Assad
2007: 99:8% Bashar Assad
2014: 88,7% Bashar Assad

Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena pemerintah atau rezim Indonesia, sezhalim apa pun, tak punya rekam jejak seperti rezim Assad.
Demi mempertahankan jabatan presiden dan kekuasaan kelompoknya, sejak 2011 Assad dibantu Iran, Rusia serta kelompok militan Lebanon, Irak dan Afghanistan meneror dan membantai ratusan ribu warga Suriah sendiri. Teror, pembantaian, penghancuran dan pembumihangusan kawasan-kawasan warga Suriah itu terjadi di Dara’a, Homs, Hama, Yarmouk, Ghouta, Aleppo, Lazakia, Idlib.
Rezim Suriah melakukan kekejaman atas warganya sendiri dengan menggunakan bom-bom gentong, pesawat tempur, helikopter, tank, meriam-meriam, roket-roket senjata kimia.
Kelompok yang menamakan diri —atau disebut— “ISIS” memperburuk situasi. Menjadi cap negatif bagi warga Suriah yang sedang membela diri melawan kezhaliman rezim Assad.
Baca: Lembar Putih Suriah: Lembar Fakta Krisis Kemanusiaan Suriah
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena mayoritas warga Indonesia adalah Muslimin yang kakek moyangnya Mujahidin yang memerdekakan tanah air ini dengan darah dan nyawanya.
Muslimin Indonesia adalah anak cucu pendukung jihad melawan penjajah Belanda, sejak Fatahillah, Imam Bonjol, Diponegoro, Hasanuddin, Teuku Umar, sampai Soekarno-Hatta, Kiai Noer Ali dan Bung Tomo.
Mayoritas Muslimin Indonesia inilah yang para ulama dan pemimpinnya membentuk dan mendirikan Republik Indonesia.
Mereka pulalah yang merumuskan Panca Sila di naskah yang direncanakan jadi teks Proklamasi yang sesungguhnya, yaitu Piagam Jakarta, yang jadi Mukaddimah UUD ‘45.
Mereka jugalah yang lewat Mosi Integral Mohammad Natsir mempertahankan Republik Indonesia agar tetap menjadi negara kesatuan, saat sejumlah tokoh politik pusat dan daerah menghendaki negeri ini jadi federasi.
Mereka jugalah yang memperkuat Tentara Nasional Indonesia di saat-saat genting 1945, 1947, 1948, dan 1965.
Baca: Presiden Iran Ucapkan Selamat pada Bashar al Assad Serangan di Aleppo
Indonesia Tetap Indonesia, tak jadi Suriah. Karena secara sejarah dan syariah Indonesia tidak dijamin keberkahannya oleh Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam, tidak seperti Suriah.
Di sisi lain, Indonesia tak jadi Suriah, karena rakyat Indonesia in syaa Allah masih Allah beri kemampuan untuk mencegah berkuasanya pemimpin dan komplotannya yang menjadi monster bagi rakyatnya sendiri, seperti yang sedang berlangsung di Suriah.
Indonesia Tetap Indonesia. Ya Allah, berkahilah Indonesia karena telah membela saudara-saudaranya yang dizhalimi di Suriah.
Ya Allah, hancurkanlah semua orang di Indonesia yang ingin berkuasa secara zhalim seperti Bashar Assad di Suriah.
Indonesia Tetap Indonesia. We love you fii Sabiilillaah.*