Hidayatullah.com | TENTU kita biasa melihat artikel-artikel yang membahas tentang negara-negara yang ramah Muslim, atau kita harus membacanya sebagai “ramah turis Muslim”. Kriteria utamanya biasanya adalah ketersediaan fasilitas dengan standar ‘halal’, khususnya hotel dan restoran.
Label halal kemudian menjadi komoditas untuk memancing turis-turis Muslim. Konsep “wisata halal” saat ini telah merebak dan ditawarkan oleh berbagai negara, termasuk negara non-Islam.
Namun, terlepas dari konsep “ramah” di atas, tulisan ini membahas negara-negara yang “tak ramah Muslim” berdasarkan sebagian atau seluruh dari beberapa kriteria yang ditentukan oleh redaksi.
Di antara kriteria yang utama adalah, terdapat kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia, yang dibiarkan atau tak ditangani serius oleh negara -atau bahkan dilakukan sendiri oleh negara-, terhadap etnis, komunitas, maupun individu Muslim.
Kriteria-kriteria lainnya seperti, terdapat regulasi yang menyudutkan Muslim, masih adanya sentimen Islamofobia yang akut, dan tindak rasisme terhadap Muslim dalam masyarakat.
Berikut adalah 15 negara yang tak ramah Muslim tersebut:
- ‘Israel’
Kejahatan ‘Israel’ telah berlansung selama 70 tahun dengan jumlah korban jutaan orang sejak mendirikan negara palsu di tanah Palestina. Data kejahatan ‘Israel’ terhadap Muslim, khususnya Palestina, telah menjadi rahasia umum. Jika data disampaikan disini, perlu banyak halaman untuk memuatnya. Karenanya, Israel layak menempati posisi paling atas, sebagai bangsa paling kejam terhada Islam dan kaum Muslim.
Sejak Perang Dunia I, sekitar 2 juta orang Palestina (25% wanita, 50% anak-anak dan 75% wanita dan anak-anak) telah meninggal karena kekerasan ( 0,1 juta) atau dalam kematian yang dapat dihindari dari deprivasi yang dikenakan (1,9 juta) [Dr Gideon Polya dalam Palestinian Me Too: 140 Alphabetically-listed Zionist Crimes Expose Appalling Western Complicity & Hypocrisy in Palestine]
90% warga Palestina telah dibersihkan secara etnis; dari 14 juta orang-orang, 7 juta secara permanen diasingkan (dikuclikan dari tanah air mereka karena sakit dan berakibat kematian), 5 juta yang masih menduduki Palestina, memiliki nol hak asasi manusia dan terkurung di kamp konsentrasi Gaza (2 juta), atau Tepi Barat (3 juta), dan 1,8 juta orang Palestina yang tinggal di Israel menjadi warga kelas tiga di sebuah negara Apartheid yang berbasis ras, tulis Gideon.
Terakhir, Zionis Israel berencana melakukan pencaplokan dengan dukungan Amerika Serikat terhadap wilayah Palestina yang diduduki (OTP), Tepi Barat.
- Amerika
Invasi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya terhadap Negara Afghanistan tahun 2001 dalam Operation Enduring Freedom, diklaim mencapai korban lebih dari dari 50.000 orang (15.000-20.000 milisi Taliban dan 25.000-30.000 warga sipil)
Termasuk invasi Amerika Serikat dan sekutunya di Iraq. Berdasarkan data Iraq Body Count (IBC), invasi AS dan sekutunya pada serangan ke Iraq tahun 2003 diduga mengorbankan sekitar 13,500–45,000 warga sipil.
Sebuah penelitian yang dirilis tahun 2018 mengatakan ‘perang melawan terorisme yang dipimpin AS’ telah menelan sekitar 507.000 orang di Irak, Afghanistan dan Pakistan selama 17 tahun. Korban tewas termasuk pasukan AS dan sekutu, warga sipil di zona perang, pasukan militer dan polisi setempat, serta gerilyawan, yang tewas akibat kekerasan perang, menurut laporan Brown University’s Costs of War Project.
Laporan itu mengatakan jumlah kematian tidak langsung beberapa kali lebih besar daripada kematian yang disebabkan oleh kekerasan perang langsung, sehingga jumlah kematian total menjadi lebih dari 1 juta orang.
Selain itu, menurut survei yang dilakukan oleh The Institute for Social Policy and Understanding pada Januari terhadap 800 Muslim, 60%menyatakan memperoleh perlakuan diskriminasi dalam satu tahun terakhir karena agama yang mereka anut. Dan 42% mengaku bahwa anak-anak mereka menjadi korban bullying.
Sedangkan laporan The Southern Poverty Law Center, sebuah lembaga HAM AS mencatat, baru setahun Donald Trump menjabat sebagai presiden Amerika Serikat, sejarah mencatat pertumbuhan luar biasa kelompok antimuslim dan penyebar kebencian lainnya. Lembaga ini mencatat pertumbuhan kelompok penyebar kebencian meningkat mencapai 20 persen.
Kejahatan AS ini belum termasuk intervensi militernya yang melenyapkan jutaan umat Islam di Timur Tengah. Terakhir, AS ikut serta dalam perang di Suriah. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, dalam laporannya yang dikutip The New Arab, hari Ahad (23/9/2018) mengatakan, serangan udara yang dilancarkan koalisi pimpinan Amerika Serikat telah menjadi penyebab kematian bagi 3.300 warga sipil di Suriah.
- Inggris
Partai Konservatif yang berkuasa di Inggris dituding sebagai anti Islam. Dilansir BBC, pada 1 Juni 2018 Dewan Muslim Inggris Raya (MCB) beberapa kali menuntut dilakukannya penyelidikan kasus islamofobia dari partai berkuasa ini. MCB mengatakan bahwa sekarang ini telah terjadi insiden “lebih dari seminggu sekali” yang melibatkan calon atau anggota parlemen dari partai itu.
Di sisi lain, Inggris adalah negara yang berandil besar atas penderitaan yang terjadi hingga kini di Palestina. Surat dari Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour –yang kemudian dikenal dengan Deklarasi Balfour—diberikan kepada pemimpin komunitas Yahudi di Inggris, Walter Rothschild, mengandung total 67 kata. Yang isinya, kesepakatan yang menjadi bibit kelahiran ‘Negara palsu Israel’— yang berakibat adanya pergolakan politik di Timur Tengah yang tak bisa dipadamkan hingga hari ini.
Deklarasi itu membuktikan, Inggris menyetujui berdirinya pemerintahan Yahudi di Palestina dan memberi bantuan dalam pembentukan negara tersebut. Lalu pada 1948, David Ben-Gurion membacakan proklamasi berdirinya negara bangsa Yahudi di Palestina yang diberi nama ‘israel’. Setelah itu, terjadilah “pengusiran” besar-besaran terhadap rakyat palestina dari Tanah Air yang telah menjadi hak mereka selama bertahun-tahun.
- Prancis
Pasca serangan teror di Prancis pada 7-9 Januari 2015, sentimen anti-Islam di negara tersebut dikabarkan melonjak hingga 110 persen. Dilansir Russia Today pada Selasa (20/1/2015), persentase tersebut lebih dari dua kali lipat angka sentimen pada Januari 2014 lalu.
Merujuk pada data The National Observatory Against Islamophobia (NOAI), ada ratusan laporan insiden yang masuk ke kepolisian sejak penyerangan Paris terjadi, dengan 28 serangan di tempat beribadah dan 88 ancaman lain. Berkembangnya sentimen ini akhirnya menciptakan kegelisahan di tengah warga Muslim di Prancis.
Prancis dengan sekutu-sekutunya, termasuk AS dan Inggris juga banyak terlibat dalam intervensi militer di Timur Tengah yang mengakibatkan banyaknya jumlah nyawa melayang.
Dan jangan dilupakan, pada tahun 1917 (Pada akhir Perang Dunia I), sejak melemahnya Kesultanan Utsmaniyyah, Prancis juga terlibat bersama Inggris membagi-bagi wilayah Bumi Syam. Kesepakatan rahasia antara Inggris dengan Prancis ini dikenal dengan perjanjian “Sykes-Picot”. Dalam kesepakatan sepihak ini, kedua negara membagi Negeri Syam menjadi empat negara jajahan: Palestina dan Yordania di bawah Inggris, Suriah dan Libanon di bawah Prancis.
- Cina
Laporan setebal 117 halaman, berjudul “Pembasmian Virus Ideologi, Kampanye Penindasan Tiongkok Terhadap Muslim Xinjiang” menghadirkan bukti baru dari penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan penganiayaan massal yang dilakukan pemerintah Tiongkok, serta kontrol yang semakin meluas dalam kehidupan sehari-hari kepada etnis Muslim Uighur di Xinjiang.
Penindasan terhadap warga Muslim Uighur, yang berjumlah sekitar 11 juta dari 24 juta penduduk Xinjiang, telah meningkat sejak Xi Jinping menjadi pemimpin partai Komunis pada tahun 2012 dan presiden pada tahun 2013, kutip Simon Tisdall dari The Guardian.
Human Rights Watch, menyebutkan, kontrol aparat meliputi pengumpulan secara paksa jutaan sidik jari, memindai KTP, sampel DNA, memindai retina, biometrik dan data pribadi. China melarang Muslim memelihara jenggot, melarang puasa, larangam membuat nama nama Muslim, yang terakhir kampanye melarang produk halal yang dideklrasikan pemimpin Partai Komunis China pada 8 Oktober 2018.
HRW mencatat dalam bulan Desember 2017, bagaimana pihak berwenang telah memobilisasi kader komunis dalam kampanye ‘Home Stay’ yang disebut “Menjadi Keluarga” dengan memobilisasi lebih dari satu juta kader Komunis untuk menghabiskan seminggu penuh di rumah-rumah penduduk Muslim, terutama yang berada di wilayah pedesaan – program ini menyaksikan lebih dari 100.000 kunjungan petugas pemerintah hampir seluruh rumah etnis Uighur di Wilayah Otonomi Xinjiang. setiap dua bulan.
Baru-baru ini China juga melarang nama Islam tertentu untuk anak yang baru lahir. “Muhammad,” “Jihad” dan “Islam” termasuk 29 nama yang dilarang di wilayah Muslim di China.
- India
Setidaknya, ada lebih dari 13 kejadian besar rasisme terhadap Muslim di India. Sebagian besar adalah pembunuhan dan pemerkosaan. Pada Juli 2017, sebuah keluarga Muslim yang terdiri dari 10 orang termasuk wanita, anak-anak, orang tua dan seorang remaja cacat diserang di kereta api dan dirampok oleh geng yang berteriak “Bunuh mereka, mereka adalah Muslim.”
Pada 10 Januari 2018, seorang gadis cilik berusia 8 tahun, bernama Asifa Bano dikunci di dalam kuil oleh kelompok anti-Islam hingga tiga hari lamanya. Selama dalam sekapan di kuil, mereka memperkosa Asifa berulang kali, disiksa, bahkan disebutkan bahwa alat kelaminnya dimutilasi. Anak perempuan ini tewas, seperti dilansir dari The New York Times, 11 April 2018.
Baru-baru ini, India di bawah kepemimpinan Narendra Modi mengeluarkan rancangan Amandemen Kependudukan yang dianggap “anti-Islam”. Hal itu membawa protes besar-besaran pada Februari 2020, yang menewaskan 53 orang dan lebih dari 200 orang terluka parah.* (BERSAMBUNG)