Hidayatullah.com — Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir dalam pidato kebangsaan “Indonesia Jalan Tengah Indonesia Milik Semua” menyampaikan berbagai persoalan bangsa saat ini. Meski sudah merayakan HUT ke-76 tetap saja masih banyak masalah bangsa yang harus diperhatikan bersama.
Haedar mengatakan di tubuh negeri ini masih terdapat sejumlah masalah kebangsaan, suasana keterbelahan sesama anak bangsa, masalah radikalisme-ekstremisme yang pro-kontra dalam pandangan dan penyikapan, korupsi dan perlakuan terhadap koruptor yang dianggap memanjakan, praktik demokrasi transaksional, kesenjangan sosial, menguatnya oligarki politik dan ekonomi, kehadiran media sosial yang memproduksi persoalan-persoalan baru, masalah utang luar negeri dan investasi asing, serta kehidupan kebangsaan yang semakin bebas atau liberal setelah dua dasawarsa reformasi.
Haedar menyakini segala masalah, tantangan, ancaman, dan peluang yang dihadapi bangsa bisa dilewati. Dia berharap Pemerintah dan seluruh komponen bangsa dalam menyatukan jiwa, pikiran, dan langkah menuju terwujudnya cita-cita Indonesia merdeka yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Jalan masih panjang dan terjal menuju Indonesia yang diidamkan itu.
“Kami percaya masih banyak elite dan warga bangsa yang berhati tulus, baik, jujur, dan terpercaya dalam berbangsa dan bernegara. Bila masih terdapat saudara-saudara sebangsa yang salah dan khilaf, serta memiliki kehendak yang berlebihan dalam kekuasaan politik dan ekonomi maupun orientasi hidup lainnya, maka masih terbuka jalan kebaikan yang dibukakan Tuhan untuk kembali ke jalan terang dan tercerahkan,” Haedar mendoakan.
“Kuncinya ialah ketulusan, kejujuran, dan kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara milik semua. Luruhkan ego diri, kroni, institusi, dan golongan dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara demi masa depan Indonesia yang dicita-citakan para pendiri negara,” kata Haedar.
“Ketika bertumbuh gagasan dan kehendak yang berkaitan dengan hajat hidup bangsa dan negara maka berdirilah dalam posisi tengahan dan jauhi jalan ekstrem. Tempuhlah musyawarah untuk mufakat, serta hindari sifat mau menang sendiri,” imbuhnya.
Termasuk dalam gagasan amandemen UUD 1945 yang kini ditumbuhkan kembali, Haedar berpesan agar jiwa kenegarawanan dikedepankan dan para elit belajar kembali dari empat kali amandemen di awal reformasi yang justru membuat Indonesia kehilangan sebagian jatidirinya yang aseli.
“Jangan sampai di balik gagasan amandemen ini menguat kepentingan-kepentingan pragmatis jangka pendek yang dapat menambah berat kehidupan bangsa, menyalahi spirit reformasi 1998, serta lebih krusial lagi bertentangan dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945 yang dirancang-bangun para pendiri negeri 76 tahun yang lalu.”
“Di sinilah pentingnya ‘hikmah kebijaksanaan’ para elite negeri di dalam dan di luar pemerintahan dalam membawa bahtera Indonesia menuju pantai idaman. Indonesia yang bukan sekadar ragad-fisik, tetapi menurut Mr Soepomo, Indonesia yang ‘bernyawa’. Itulah Indonesia Jalan Tengah dan Indonesia Milik Bersama!,” tegasnya.
“Jalan masih panjang dan terjal menuju Indonesia yang diidamkan itu. Keragaman pandangan dan pengelompokkan tidak semestinya kita retak dan becah-belah. Di sinilah pentingnya jiwa kenegarawanan seluruh elite dan warga bangsa untuk membawa Indonesia menuju negeri idaman,” ujar Haedar menutup pidato kebangsaan PP Muhammadiyah.*