Islamopbia nampaknya masih terus melanda dunia. Pakaian penutup aurat atau lebih lebih dikenal jilbab rupanya selalu dijadikan komiditi politik banyak kalangan. Setelah di Turki, Perancis, yang terus bergolak oleh pelarangan jilbab, kini larangan jilbab juga muncul di Tunisia.
Sejumlah pelajar berjilbab mengecam tindakan pemerintah Tunisia terhadap teman-teman mereka yang akhirnya tidak bisa mengikuti ujian akhir tahun karena mengenakan pakaian Muslimah. Menurut Organisasi HAM di Tunis, sikap pemerintah tersebut merupakan pelanggaran hak pelajar berjilbab dan bertentangan dengan dokumen HAM internasional.
Lamiya Tamimi, seorang mahasiswi usia 21 tahun mengatakan kepada Islamonline (2/6/2003), “Serangan terhadap siswi berjilbab sama saja menyerang hukum Islam, yakni dengan menakut-nakuti orang serta memaksa mereka untuk menerapkan undang-undang yang tidak manusiawi.”
Lamiya yang harus keluar dari ruangan ujian di Fakultas Hukum di Universitas Tunis dengan menangis mengatakan, “ Ini adalah serangan pembersihan orang yang tidak melakukan dosa apapun, karena kementerian pendidikan telah melarang kami ikut ujian.”
Menurutnya, pemakaian jilbab yang dikenakannya, tidak ada hubungannya sama sekali dengan politik. Ia menjelaskan dirinya dari keluarga yang sepanjang sejarahnya tidak berafiliasi pada partai manapun. “Saya hanya melakukan apa yang saya yakini sebagai pakaian syari’at Islam. Ini adalah haksaya yang dilindungi oleh undang-undang Tunisia,” ujarnya lagi.
Perang terhadap kemanusiaan ini, menurutnya akan gagal. Karena pemerintah tidak akan bisa melarang ribuan perempuan Tunis lainnya yang juga mengenakan jilbab. Dan jika peperangan ini akan dilanjutkan, maka peperangan itu akan menjadi peperangan terhadap agama Islam.
Sementara itu, Maniya (22) mahasiswi Fakultas Adab juga mengatakan hal yang sama. Menurutnya sikap pemerintah terhadap pelajar berjilbab dalam musim ujian akhir tahun ini memang sudah direncanakan dari orang-orang yang dengki terhadap pelajar Muslimah. Maniya menuding kubu sekuler di dalam pemerintah Tunis yang berupaya memerangi kemunculan aktivitas kegamaan di kampus-kampus.
Tentang latar belakang serangan terhadap jilbab ini, ia mengatakan, “Sejak beberapa tahun lalu, pemakai jilbab semakin banyak dan menyebar di kalangan pemuda Tunis. Masjid-masjid juga dipenuhi oleh para pemuda dan pemudi. Fenomena ini menyulut kedengkian dan kebencian mereka yang tidak suka melihatnya. Mereka lalu berupaya menggunakan situasi internasional untuk mengaitkan Islam dengan terorisme. Tapi dengan izin Allah, upaya itu akan gagal.” (na/iol/m3)