Hidayatullah.com–Berdakwah tak hanya sekedar ceramah di atas podium atau menyampaikan kebaikan kepada orang lain. Ia juga butuh perencanaan yang matang serta tujuan yang jelas, apa yang hendak dicapai dari dakwah tersebut.
Kesimpulan itu disampaikan oleh Syeikh Abdullah Muhammad al-Hamudi dalam acara “Pertemuan Ilmiah Internasional Ulama dan Da’i Asia Tenggara” (Multaqa ad-Duwaliy al-Ilmi li Ulama wa Du’at Janub Syarq Asia), beberapa waktu silam.
Dalam acara yang digelar di Hotel Putri Gunung Lembang Bandung, Jawa Barat, Abdullah mengingatkan bahwa dakwah adalah pekerjaan utama seorang Muslim. Dakwah tak boleh dilakukan asal-asalan, apalagi menganggapnya hanya sebagai pekerjaan sampingan saja.
“Allah sudah tegaskan hal ini, adakah pekerjaan yang lebih baik selain mengajak kepada Allah dan rasul-Nya,” ungkap Abdullah mengutip Surah Fushshilat [41]: 33.
Sebagai pekerjaan yang disebut terbaik dengan tujuan terbaik, tentu saja dakwah harus dikerjakan dengan cara yang baik pula. Salah satunya adalah dengan menetapkan visi misi dakwah yang dijalani tersebut.
Layaknya kerja profesional, lanjut Abdullah, dakwah juga harus diawali dengan rencana yang matang, usaha yang maksimal, dan evaluasi rutin atas segala yang terjadi dalam proses berdakwah.
“Seperti orang berjalan, seorang dai harus tahu hendak kemana ia berjalan dan apa bekal yang mesti disiapkan sebelumnya,” terang Abdullah kembali.
Masih menurut Abdullah, lemahnya manajemen dakwah menjadi salah satu faktor dakwah yang kurang maksimal. Padahal pakar manajemen dan komunikasi di Timur Tengah ini mengaku mendapati banyak teladan manajemen dakwah yang terprogram yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan generasi orang-orang shalih terdahulu.
“Ini patut menjadi evaluasi bersama bagi seluruh dai ketika mereka berdakwah seolah-olah masih tanpa arah yang jelas,” ujarnya.
Terakhir Abdullah mengurai lebih jauh manajemen dakwah dengan analisis SWOT.
SWOT adalah singkatan dari metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek.
Sebab terkadang seorang dai terjebak hanya mengeluhkan segala kekurangan dan keterbatasannya. Sedang ia lupa jika di sekelilingnya terdapat sejumlah kekuatan dan potensi yang dimilikinya.
“Inilah salah satu tujuan pertemuan silaturahim ini. Saling menyatukan potensi umat Islam agar menjadi kekuatan yang memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada seluruh manusia,” pungkasnya.
Sebanyak 230 orang peserta yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia hadir dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Rabithah Ulama wa Du’at Janub Syarq Asia (Ikatan Ulama dan Dai Asia Tenggara) ini.
Ikatan ulama tersebut bekerja sama dengan al-Ha`iah al-Islamiyah al-Alamiyah li at-Ta’lim (Lembaga Pendidikan Islam Internasional) yang berada di bawah naungan Rabithah al-Alam al-Islamiy.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh sejumlah negara Asia Tenggara, di antaranya; Thailand, Philipina, Vietnam, Kamboja, Timor Leste, serta utusan dari China.*/Masykur Abu Jaulah