Hidayatullah.com– Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), KH Hasyim Muzadi menilai, serangan terhadap nilai-nilai Pancasila tidak saja melalui bingkai LGBT. Tetapi juga bingkai hak asasi manusia (HAM).
“HAM yang ada di Indonesia saat ini adalah HAM tahun 1948, dimana sama sekali sekuler. Dan tidak mengenal tata nilai agama dan sebagainya,” ujarnya saat menerima kunjungan rombongan Gerakan Indonesia Beradab (GIB) di kantornya, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/03/2016).
Konsepsi tersebut, menurut Kiai Hasyim, masih mentah. Namun Indonesia sudah terlanjur terkontaminasi dengan opini yang membuat seakan-akan HAM itu adalah kitab suci.
Ia menjelaskan, HAM terbagi menjadi empat. Yakni freedom of speech, freedom of expression, freedom of religion, dan freedom of humanity. Keempatnya adalah kebebasan terkait berbicara, berekspresi, beragama, dan kemanusiaan.
“Pertanyaannya adalah, kalau freedom of speech ini menghantam freedom of religion, bagaimana?” tukasnya.
Sehingga, terangnya, konsepsi HAM saat ini berpangkalan untuk tujuan tertentu, bukan semata-mata humanitas.
Lebih lanjut ia memaparkan, secara politik, HAM di Indonesia saat ini pangkalannya adalah HAM PBB di Jenewa. Sedangkan pangkal gerakannya di Belanda, dan pangkalan proteksinya di Amerika dan Eropa.
“HAM yang masuk ke Indonesia ini belum dipancasilakan, belum di-Indonesiakan. Sehingga dia kerjanya liar. Nah, kalau liar, tergantung siapa yang meluncurkan,” ungkapnya.
“Kalau terhadap sesuatu yang tidak suka maka disebut pelanggaran. Tetapi kalau kepada sesuatu yang dia suka, maka dia bilang tidak akan melanggar HAM,” tambah Pimpinan Pesantren Al-Hikam Malang ini.
Hasyim mencontohkan. Di Papua, jika ada TNI atau polisi yang tertembak, pegiat HAM diam saja. Tapi ketika pemberontak Papua yang tewas, ramai disebut melanggar HAM.*