Oleh: Imam Nawawi
SIAPA yang tidak mengakui kemajuan teknologi, riset dan tentu saja cara berpikir objektif peradaban Barat. Universitas terbaik dunia hingga kini masih di pegang Amerika. Quacquarelli Symonds (QS) World University Rankings merilis peringkat universitas terbaik di dunia 2015 belum lama ini bahwa Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika tampil sebagai perguruan tinggi terbaik di dunia.
Posisi MIT pada tahun ini tidak bergeser sedikit pun. Pada 2014, QS World University Rankings juga menempatkan MIT sebagai univertas terbaik pertama di dunia, hal yang sama juga terjadi pada tahun 2013.
Namun, betapa capaian tersebut seperti tidak bermanfaat ketika Barat melihat Islam dan umat Islam. Karena dalam kenyataannya, Barat (khususnya masyarakatnya) belum mampu membawa cara berpikir rasionalnya itu dalam menilai Islam. Terhadap Islam, Barat masih sangat fobia (takut), seolah-olah mereka tidak bisa berpikir objektif.
Kasus Ahmed Mohamed (14 tahun), remaja Muslim asal Amerika Serikat (AS) yang diinterogasi, diborgol, dan akan ditahan hanya karena membuat jam yang disangka bom menjadi bukti terupdate sepanjang sejarah Islamophobia Barat. [Baca: Di Amerika, Pelajar Muslim Ditangkap dan Diborgol karena Membuat Jam Dinding!]
Padahal, sebagaimana dilansir Dallas Morning Post, Ahmed, yang merupakan putra imigran asal Sudan itu membuah jam dari paduan kotak sejenis koper, layar digital dan papan sirkuit dan kabel tak lebih untuk mewujudkkan niatnya menyerahkan hasil temuannya itu kepada guru permesinannya di SMA McArthur, Irving, Texas.
Berlebihan
Sikap Barat ini sangat berlawanan dengan pola pikir rasional, di mana segala sesuatu mesti dibuktikan secara empiris. Dan, dalam kasus Ahmed ini, Barat kembali menodai peradabannya sendiri.
Hanya karena jam itu dibuat seorang Muslim, Barat langsung kehilangan rasionalitasnya. Beruntung kekurangan bukti masih menyadarkan pihak kepolisian, hingga akhirnya Ahmed selamat dan berubah menjadi sosok baru yang mendapat pujian dari Presiden AS Barack Obama dan dunia.
Sayangnya, Barat tidak mengenal dirinya dengan baik, sehingga terjebak pada sikap overconfident (percaya diri yang berlebihan) dengan menganggap bahwa apa yang dinilainya benar pasti benar dan mesti diakui dunia. Kemudian, siapa yang bertentangan dengannya klaim negatif pun berlaku.
Ini bisa kita lihat dari apa yang disampaikan mantan Presiden AS George W. Bush paska tragedi 11 September. “Every nation, in every region, now has a decision to make: either you are with us, or you are with the terrorists.”
Ungkapan ini selain bentuk dari Islamophobia juga wujud dari overconfident yang tentu saja tidak berbasis bukti ilmiah. Sementara itu di sisi lain, ekspansi pemikiran dalam bentuk sekularisme terus mereka dengungkan sebagai sebuah wujud kemajuan peradaban yang harus diterima dunia, terutama umat Islam.
Soal Lesbian, Homoseksual, Biseksual dan Transgender (LGBT) misalnya, belum lama ini, Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS), tepatnya pada 27 Juni 2015 justru melegalkan perkawinan sejenis (perkawinan homoseksual) di seluruh negara bagian AS.
Sekalipun AS menjadi negara ke-21 yang melegalkan ini, dengan segenap kekuatan yang dimiliki, AS bisa diprediksi akan memaksakan hal serupa kepada negara manapun di dunia ini.
Fakta ini lagi-lagi menunjukkan bahwa apa yang terjadi di Barat, dalam hal ini AS benar-benar jauh dari rasionalitas, ilmiah dan bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri. Akan tetapi, karena mereka terjangkit virus overconfident pandangannya terhadap LGBT yang amoral itu pun dianggapnya bagian dari bukti kemajuan sebuah peradaban hanya karena Islam menolak LGBT.
Menolak Yahudi
Demi kebaikan peradabannya sendiri, Barat sudah semestinya sadar diri, terutama dengan apa yang selama ini dijejalkan oleh kelompok Yahudi yang rasis dan sangat Islamfobia. Dengan kata lain, Barat semestinya menyadari bahwa selama ini, peradabannya telah menjadi kendaraan Yahudi untuk memerangi Islam.
Dalam kasus LGBT ini ada fakta yang diungkap Dr Adian Husaini dalam bukunya LGBT Di Indonesia, Perkembangan & Solusinya.
“Kasus di AS menunjukkan, bahwa persepsi bangsa AS bisa diubah dalam waktu begitu singkat. Ini dilakukan melalui kampanye yang sangat massif di media massa, khususnya media yang dikuasai kaum Yahudi. Pada 20 Mei 2013 lalu, Wakil Presiden AS Joe Biden memuji peran tokoh-tokoh Yahudi dalam mengubah persepsi bangsa AS tentang perkawinan sejenis. Harian Haaretz menulis sebuah berita berjudul: “Biden: Jewish leaders drove gay marriage changes.”
Menurut Adian, jika bangsa AS diubah persepsinya dalam waktu begitu cepat dengan peran penting dari para tokoh Yahudi, bagaimanakah dengan bangsa Indonesia?
Artinya, AS sendiri sebagai representasi terbaik peradaban Barat tidak benar-benar sedang berdikari, mereka terjerembab pada cara pandang Yahudi yang rasis dan tentu saja pasti Islamofobia.
Dengan kata lain, semakin Barat tunduk terhadap Yahudi semakin mungkin Barat akan terus ternoda dan hilang dari peradaban dunia. Sebab, perilaku-perilaku LGBT itu tidak saja merusak tatanan sosial kemasyarakatan, tetapi juga mengundang laknat Allah Ta’ala.
Dari uraian ini hendaknya Barat segera bangkit dari keterjajahan cara pandangnya terhadap Islam yang selama ini tercemar oleh cara pandang Yahudi, sehingga Barat menjadi kuda troya Yahudi untuk menghancurkan Islam.
Barat akan selamat dengan melihat Islam secara objektif, bukan kebencian dan bukan kecurigaan, sebagaimana telah diteladankan oleh warga Barat sendiri yang tidak jarang dari kalangan saintis yang secara sadar memilih Islam sebagai jalan hidupnya.
Hal itu terjadi karena mereka masih mau menggunakan akal dan panca inderanya untuk menyerap fakta-fakta ke-Tuhan-an secara jernih (objektif-komprehensif).
Andaisaja ini bisa segera Barat wujudkan dalam berinteraksi dengan Islam dan umat Islam, bukan tidak mungkin dunia yang diprediksi akan masuk pada babak pertempuran sengit akan berubah haluan menjadi dunia baru, sehingga konspirasi Yahudi menghancurkan Islam dengan mengadu domba Barat dengan umat Islam akan sirna dengan sendirinya.*
Institute For Islamic Studies and Civilization (INISIASI)