Hidayatullah.com–Otoritas keagamaan tertinggi Arab Saudi telah memberikan lampu hijau atas upaya pengkodifikasian sejumlah hukum syariah tidak tertulis menyangkut kriminalitas, hukum sipil, dan keluarga, guna memperjelas dan menyeragamkan ketentuan yang berlaku.
Proyek pengkodifikasian ini merupakan bagian dari perombakan besar-besaran sistem hukum Saudi yang diusulkan Raja Abdullah Bin Abdul Aziz tiga tahun lalu.
Sejauh ini para pengamat menilai perombakan berjalan lamban karena kompleksitas reformasi, kurangnya ahli hukum, dan tingginya resistensi sebagian tokoh agama yang tidak setuju dengan perubahan tersebut.
Keikutsertaan Arab Saudi dalam G20 juga menjadi alasan mengapa sistem hukum kerajaan itu harus dirombak sehingga sesuai dengan standar internasional, terutama yang terkait dengan transaksi perdagangan internasional.
Pengadilan kriminal sering menjadi sasaran kritik para pengacara dan aktivis HAM. Tahun lalu 330 tersangka kasus terorisme diadili dalam sidang tertutup di Pengadilan Umum Riyadh. Sebagian besar dijatuhi hukuman penjara dengan masa yang berbeda-beda. Salah satunya dihukum mati dan baru diumumkan oleh pemerintah setelah proses pengadilan selesai.
Para aktivis dan pengacara yang berhubungan dengan keluarga tersangka menemukan, mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk mengajukan pembelaan atas bukti-bukti yang diajukan penuntut.
“Sangat memalukan memiliki pengadilan seperti ini, (karena) terdapat banyak kesalahan,” ujar Abdulaziz M Al-Gasim, mantan hakim yang banting setir menjadi pengacara, dikutip The National (21/7).
Ia menceritakan, salah seorang kliennya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara hanya karena mengangkut orang-orang tak dikenal yang ternyata anggota Al-Qaidah.
“Ketika itu tidak ada pengacara, tidak ada keluarga, tidak ada audiens, tidak ada wartawan. Jadi itu pengadilan yang cacat,” kata Al-Gasim.
Raja Abdullah memulai reformasi hukum pada 2007 dengan merombak institusi pengadilan. Ia menyediakan dana hampir USD 2 milyar yang digunakan untuk pelatihan para hakim dan staf pengadilan. Sebagian digunakan untuk membangun pengadilan banding dan mengirim para hakim ke luar negeri guna mengikuti berbagai seminar hukum[di/tnae/hidayatullah.com]