Hidayatullah.com — Muhammadiyah, dengan metode hisab, telah menetapkan awal bulan Ramadhan 1444 Hijriah jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023. Sehingga shalat Tarawih pertama akan dilaksanakan pada Rabu malam, 22 Maret 2023, bertepatan dengan Hari Raya Nyepi.
Mungkin bagi sebagian Muslim, hal tersebut tidak ada pengaruhnya. Namun, berbeda bagi Muslim yang tinggal di pulau Dewata.
Umumnya, pada Hari Raya Nyepi, selama 24 jam pemeluk Hindu diharuskan untuk berdiam diri di rumah. Selain itu, mereka juga tidak melakukan kegiatan fisik, tidak bepergian, tidak mencari hiburan dan bahkan tidak menyalakan api atau lampu sehingga suasana menjadi sepi.
Terkait hal ini Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Bali menghimbau warga Persyarikatan dan Muslim di pulau Dewata untuk menjunjung toleransi kepada masyarakat Hindu, salah satunya dengan melaksanakan shalat tarawih di rumah.
“Kalau jauh jarak rumah dengan tempat ibadah disarankan lebih baik tarawih perdana di rumah saja, tapi bilamana dekat, dan masjid atau musala itu menyelenggarakan salat berjamaah serta dapat izin aparat setempat, maka tidak jadi masalah, dengan catatan bisa diselenggarakan tanpa ada hal-hal yang bisa bersinggungan (mengganggu Nyepi),” ujar Ketua Majelis Tabligh PWM, Muhammad Saffaruddin pada Rabu (08/03/2023) lansir laman resmi Muhammadiyah.
Apabila aparat pemerintah setempat memperbolehkan kegiatan di luar rumah, maka Saffaruddin menyarankan agar pergi ke masjid dengan berjalan kaki. Pihak masjid dan mushola pun diharapkan untuk mengatur pencahayaan dan penggunaan pengeras suara agar tidak mengganggu pelaksanaan Nyepi.
“Nanti kan tarawih perdana mau tidak mau malam hari. Kita tetap harus bisa menghormati, kan gelap, mungkin menggunakan pencahayaan yang tidak menyorot ke luar,” sarannya.
Saffaruddin mengungkapkan bahwa hal yang serupa pernah terjadi sebelumnya. Saat itu, Hari Raya Nyepi bertepatan dengan Shalat Jumat.
“Pas Jumat (dulu) kita tetap melaksanakan Salat Jumat, namun seperti imbauan MUI dan Kementerian Agama, kita jalan kaki ke tempat yang bisa ditempuh dan tidak menggunakan suara kencang,” ungkapnya.
Dia mengemukakan pentingnya toleransi untuk menjaga hubungan baik antar-umat beragama.
“Maka saya imbau jika memang rumahnya berjarak jauh dengan tempat ibadah seyogyanya di rumah saja, pun bilamana berdekatan dan kebetulan diadakan shalat berjamaah dan sudah koordinasi kami persilakan,” imbuhnya.
Terakhir, pihaknya berharap pemerintah daerah memberi peluang dan keleluasaan beribadah bagi Muslim.
“Kepada pemerintah daerah juga kami harap bisa tetap solid, memberikan peluang, (pemeluk) Hindu bisa Nyepi dengan tenang dan Muslim bisa diberikan keleluasaan beribadah,” tandasnya.*