Hidayatullah.com—Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa sebagian besar koruptor di Indonesia merupakan sarjana. Indonesia memasuki penyakit berbahaya.
Berdasarkan dari data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tercatat 87 persen atau 1.044 koruptor di Indonesia merupakan lulusan perguruan tinggi. “Ada 1.044 atau 87 persen koruptor yang lulusan perguruan tinggi dari total 1.200 koruptor di Indonesia,” kata Prof Mahfud MD saat jumpa pers usai menyampaikan orasi ilmiah pada Dies Natalis ke 54 Universitas Malikussaleh (Unimal), di Gedung ACC Unimal, Kota Lhokseumawe, Senin (12/6/2023).
Dikatakan Prof Mahfud, persentase tersebut bukan berarti Indonesia gagal mencetak sarjana, mengingat lulusan perguruan tinggi yang mencapai 17,6 juta lebih dan jika dikalkulasikan yakni hanya 0,00001 persen lulusan perguruan tinggi yang tersangkut kasus korupsi.
“Artinya, jumlah tersebut sangat sedikit dengan jumlah lulusan dari semua perguruan tinggi yang ada di Indonesia dan perguruan tinggi pada umumnya sudah berhasil mencetak kader bangsa dan membangun peradaban di Indonesia hingga menjadikan negara ini maju dari berbagai sektor,” katanya.
Mahfud mengatakan bahwa korupsi merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Itu sebabnya, ia sering berbicara soal korupsi. Karena ia meminta perguruan tinggi di Indonesia mengajarkan bahwa korupsi itu bertentangan dengan Pancasila.
Sebelum ini, Mahfud juga berbicara soal korupsi. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengungkap alasan turunnya indeks persepsi korupsi Indonesia di angka 34. Indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia merosot 4 poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada tahun 2022.
Selain itu, rangking Indonesia turun 14 tingkat, dari 96 menjadi 110. “Di tahun 2022 indeks persepsi korupsi kita terjun dari 38 ke 34, itu membuat kita kaget. Korupsinya makin menjadi-jadi berarti. Di mana itu, di sektor-sektor mana?” kata Mahfud, Ahad (11/6/2023).
Karena penasaran, Mahfud pun mengundang lembaga-lembaga internasional guna membahas turunnya IPK Indonesia. “Kesimpulannya itu memang terjadi conflict of interested di dalam jabatan-jabatan politik,” kata Mahfud.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Di DPR, itu terjadi transaksi di balik meja, Mahkamah Agung, pengadilan bisa membeli perkara. Di pemerintah, di birokrasi sama, itu temuannya,” ujar Mahfud lagi.
Ia juga mengatakan, ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki konsultan hukum. “Nanti kalau ada masalah ‘tolong dibantu itu’. Ini ngurus orang korupsi, bantu ini. Dibawa ke pengadilan, pengadilannya kolusi lagi. Sampai akhirnya hakim ditangkap, jaksa ya ditangkap, polisi ditangkap dan seterusnya,” tutur Mahfud.* (ant)