Hidayatullah.com—Demonstrasi massal pecah di seluruh ‘wilayah Israel’ setelah anggota parlemen menyetujui undang-undang pertama yang membatasi kekuasaan Mahkamah Agung (MA), sebuah langkah kunci dalam rencana kontroversial pemerintah sayap kanan untuk merombak sistem peradilan negara itu, lapor Xinhua.
Undang-undang tersebut disetujui dengan 64 suara mendukung, tanpa veto di Parlemen dengan 120 kursi, dengan anggota parlemen oposisi memboikot pemungutan suara terakhir.
Undang-undang tersebut mencabut kewenangan Mahkamah Agung untuk menolak keputusan pemerintah yang dianggap ‘tidak masuk akal’. Ini adalah bagian dari rencana pemerintah untuk melemahkan Mahkamah Agung dan merestrukturisasi sistem peradilan.
Para pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan utama di Yerusalem, Tel Aviv, Haifa, dan kota-kota lain di seluruh negeri. Polisi bentrok dengan pengunjuk rasa dan menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka.
Di Yerusalem, polisi juga menggunakan ‘Skink’, sebuah kendaraan yang mengeluarkan cairan berbau busuk untuk membubarkan para pengunjuk rasa. Setidaknya 34 pengunjuk rasa telah ditahan sejak Senin pagi, menurut polisi.
Dalam sebuah unggahan video yang beredar di Twitter, sebuah mobil melaju melewati dan menabrak pengunjuk rasa pro-demokrasi, menyebabkan 3 orang luka.
Asosiasi Pengacara Israel dan organisasi serta individu lainnya mengajukan setidaknya empat petisi yang meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan undang-undang tersebut.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “sayangnya pemungutan suara hari ini dilakukan oleh mayoritas yang paling tipis”.
Dalam pernyataan yang disiarkan televisi, Netanyahu mengatakan undang-undang baru itu “diperlukan” untuk memungkinkan pemerintah “memerintah” dan menciptakan “persatuan”.
Perombakan yudisial memicu protes nasional yang berlangsung selama 29 minggu berturut-turut. Ratusan ribu warga Israel turun ke jalan untuk menyuarakan keberatan mereka terhadap rencana pemerintah untuk merombak sistem peradilan.
Lebih dari 11.000 cadangan militer, termasuk pilot, mengumumkan mereka akan mundur, menimbulkan kekhawatiran bahwa kesiapan militer akan terpengaruh.
Netanyahu, 73, pemimpin terlama negara penjajah, kembali menjabat pada akhir Desember sebagai kepala pemerintahan koalisi yang menjadikan pemeriksaan peradilan sebagai prioritas tinggi.*