Hidayatullah.com – Pengadilan tertinggi Uni Eropa memutuskan instansi pemerintah di negara-negara anggota dapat melarang pegawainya mengenakan simbol keyakinan agama, seperti jilbab.
Mahkamah Hukum Uni Eropa (CJEU) mengatakan pada hari Selasa bahwa kebijakan netralitas yang ketat yang dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan administratif netral dapat dianggap dibenarkan secara obyektif oleh tujuan yang sah.
Menurut TRT World pada Rabu (29/11/2023), putusan itu menambahkan bahwa instansi pemerintah lainnya juga akan dibenarkan jika memutuskan untuk mengizinkan, dengan cara yang umum dan tidak pandang bulu, penggunaan simbol-simbol keyakinan yang terlihat.
Mahkamah mengatakan bahwa pihak berwenang di negara-negara anggota memiliki keleluasaan dalam merancang netralitas pelayanan publik yang ingin mereka promosikan.
Namun, tujuan ini harus dicapai dengan cara yang konsisten dan sistematis dan tindakan harus dibatasi pada apa yang benar-benar diperlukan, kata pengadilan.
Pengadilan nasionallah yang harus memverifikasi bahwa persyaratan ini telah dipenuhi.
Baca juga: Larangan Hijab Prancis di Olimpiade 2024 Banjir Kecaman Internasional
Langkah diskriminatif
Awalnya, kasus ini diajukan ke CJEU setelah seorang pegawai di kota Ans, Belgia timur, diberitahu bahwa ia tidak boleh mengenakan jilbab di tempat kerja.
Pemerintah kota kemudian mengubah persyaratan kerja untuk mewajibkan karyawannya mematuhi netralitas yang ketat dengan tidak mengenakan tanda-tanda yang menunjukkan keyakinan agama atau ideologi.
Wanita yang bersangkutan mengajukan gugatan hukum, mengatakan bahwa haknya atas kebebasan beragama telah dilanggar.
Eropa telah menjadikan jilbab sebagai isu diskriminatif di seluruh Eropa selama bertahun-tahun.*
Baca juga: Swiss Rancang UU Larangan Niqab yang akan Denda Pemakainya Rp 15 Juta