Hidayatullah.com—Jika dulu pembungkaman suara identik dengan unjuk rasa yang terjadi di dunia nyata, kini fenomena itu meluas ke dunia maya. Salah satu yang mudah terlihat adalah postingan yang sering di-banned oleh Instagram.
Menurut keterangan resmi yang diberikan oleh Instagram kepada mereka yang mengalami hal tersebut, biasanya karena suatu postingan melanggar aturan komunitas.
Akan tetapi, aturan komunitas tersebut seringkali bias makna atau standar ganda. Sebuah isu yang dianggap penting untuk dibicarakan oleh sekelompok orang dapat dianggap terlarang oleh kelompok yang lain.
Sementara itu, berbagai bentuk propaganda dan hoax justru dibiarkan menyebar luas begitu saja. Di antaranya yang sering menjadi korban adalah pembungkapan terhadap suara Palestina dan kini, isu Rohingya.
“Isu ini viral secara tiba-tiba, dibesarkan oleh influencer yang minim literasi, dan dimakan mentah-mentah oleh netizen,” ujar Akmal, Kepala Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Pusat Sabtu (06/01/2024) silam.
Akibat lemahnya literasi masyarakat, isu tersebut semakin liar dan berdampak negatif. “Banyak hal lahir dari kebencian yang ditimbulkan oleh isu tidak berdasar ini. Mulai dari munculnya dukungan untuk melakukan pengusiran yang kemudian akhirnya dieksekusi oleh sejumlah oknum yang mengaku mahasiswa hingga munculnya para pengidap xenophobia, rasisme dan ultranasionalis dadakan,” ujar Akmal lagi.
Akmal adalah salah satu korban pembungkaman. Salah satu postingan di akun pribadinya (@malakmalakmal) yang diberi judul “Herzl Pasti Bangga” diturun-naikkan hingga tiga kali oleh Instagram.
Postingan tertanggal 29 Desember 2023 ini mengeluhkan minimnya literasi netizen yang menyebabkan mereka mudah terprovokasi untuk membenci Rohingya.
Dalam postingan itu, Akmal ‘menyentil’ logika netizen yang begitu mudah percaya bahwa orang-orang Rohingya akan menjajah Indonesia sebagaimana para imigran Yahudi dahulu mendirikan negaranya sendiri di atas tanah Palestina.
“Para pecandu konspirasi ikut meramaikan suasana. Orang Rohingya disamakan dengan zionis yang menjajah negeri yang menampungnya, padahal tak ada yang setia menyuplai mereka dengan propaganda dan senjata seperti Arthur Balfour yang berkomitmen dengan mengatasnamakan Inggris dahulu,” tulis Akmal.
Diturunkannya postingan tersebut hingga berulang kali pada akhirnya menimbulkan spekulasi bahwa ada kekuatan di belakang layar yang sengaja melakukan pembungkaman.
“Berulang kali postingan saya yang satu itu diturunkan, dengan tuduhan melanggar aturan komunitas. Tapi setiap kali hal itu terjadi, saya melawan dengan meminta Instagram melakukan review, dan pada akhirnya postingan itu dikembalikan lagi. Nampaknya ada pihak-pihak yang sengaja beramai-ramai melaporkan postingan tersebut kepada Instagram supaya diturunkan, meskipun sebenarnya tidak ada pelanggaran apa-apa. Kalau sudah begini, jelas ada kekuatan tak terlihat yang sedang bermain,” tandas Akmal.
Harapan nampaknya masih belum dapat dicapai dalam waktu dekat. Media sosial, sebagaimana media lainnya, nampaknya juga memiliki kepentingan. Hal ini menunjukkan bahwa netizen harus semakin cerdas, keras, dan kreatif dalam menyuarakan kebenaran. */kiriman SPI