Hidayatullah.com—Setelah kelompok oposisi secara resmi mengumumkan tergulingnya Rezim Bashar al-Assad, mereka melakukan pembebasan terhadap para tahanan militer dari penjara.
Salah satu tindakan pertama yang dilakukan oposisi di kota-kota yang baru direbut adalah membebaskan tahanan dari pusat penahanan pemerintah.
Beberapa video yang viral di media sosial menunjukkan para tahanan yang tampak terkejut keluar dari penjara, di mana kerumunan orang yang gembira menunggu mereka.
Penjara terakhir yang dibebaskan pada hari Ahad adalah Sednaya, yang terletak di selatan Damaskus. Fasilitas tersebut, yang terkenal karena kekejaman terburuk rezim Assad, telah mendapat julukan suram “rumah jagal manusia.”
“Apa yang terjadi?” seorang pria terdengar bertanya sambil berlari keluar penjara Sednaya, di tengah barisan tahanan yang baru dibebaskan. “Rezim telah jatuh,” jawabnya, yang memicu teriakan kegembiraan dari si penanya.
Video lain yang direkam di dalam koridor penjara menunjukkan orang-orang membuka kunci sel satu per satu, membebaskan seluruh keluarga, termasuk wanita dan anak-anak kecil.
“Tirani di penjara Sednaya telah berakhir,” tulis sebuah posting di saluran Telegram resmi HTS. “Gerbang penjara Sednaya, yang dikenal sebagai rumah pembantaian manusia, telah dibuka untuk ribuan tahanan,” demikian konfirmasi Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
Dalam sebuah video yang viral, seorang pemuda Suriah nyaris lolos dari eksekusi di saat-saat terakhir setelah penjara dibebaskan. Hanya beberapa jam yang memisahkannya dari jerat hukuman, memberinya kesempatan kedua untuk hidup setelah menghadapi hukuman yang tidak adil.
Sebuah kisah tentang bertahan hidup yang menggambarkan penderitaan dan harapan para tahanan Suriah yang keji.
Beberapa video lain menunjukkan pasukan oposisi membebaskan ratusan wanita, balita dan bayi yang ditahan di penjara Sednaya. Mereka juga membebaskan ratusan tahanan yang sebagian disiksa hingga lupa identitas mereka sendiri, yang lainnya ditahan selama puluhan tahun karena menentang rezim.
Para wanita yang ditahan bahkan nampak terkejut dan tidak percaya. “Pulanglah kalian bebas, presiden (Assad) sudah pergi,” kata suara seorang pria yang membebaskannya.
Pusat penahanan terkejam
Penjara-penjara Suriah, tempat sekitar 136.000 orang ditahan hingga minggu ini, bagi banyak orang merupakan lambang penindasan yang membuat Suriah mendapat julukan “Kingdom of Silence”
Ribuan pengunjuk rasa ditangkap selama Rrevolusi Suriah tahun 2011 karena dianggap menentang pemerintah.
Sebuah dokumen yang bocor menunjukkan aparat keamanan Suriah memandang penjara sebagai cara utama untuk menghancurkan perbedaan pendapat dan menghentikan momentum protes damai.
Jaringan luas cabang keamanan, pusat penahanan, dan penjara menjadi terkenal karena metode penyiksaan brutal mereka, yang menurut kelompok hak asasi manusia diterapkan dalam skala industri.
“Banyak dari mereka yang sebelumnya telah dihilangkan secara paksa, kami temukan bahwa mereka telah dibunuh. Sejumlah besar telah dibunuh karena disiksa,” kata Fadel Abdulghany, pendiri Jaringan Hak Asasi Manusia Suriah yang berasal dari Hama, sebagaimana dikutip The Guardian.
Abdulghany mengatakan bahwa meskipun pembebasan tahanan politik harus dirayakan dan didorong, pembebasan tahanan secara massal tanpa pandang bulu dapat menimbulkan risiko yang signifikan – terutama jika pelaku kekerasan juga dibebaskan.
Pembebasan ribuan tahanan secara tiba-tiba menciptakan harapan baru bagi keluarga yang tidak mendengar apa pun tentang nasib orang yang mereka cintai selama bertahun-tahun.
Tangkapan layar buram dari tahanan yang dibebaskan beredar di grup-grup WhatsApp di seluruh Suriah dan negara-negara tetangga, saat anggota keluarga mencoba mencari tahu apakah kerabat mereka termasuk di antara mereka yang dibebaskan.
“Anda tidak dapat membayangkan bagaimana keadaan kemarin; banyak teman menghubungi saya untuk menanyakan tentang ayah saya,” kata Jinan, seorang penduduk desa perbatasan di Lebanon selatan yang berbicara dengan nama samaran karena takut akan dampak keamanan bagi keluarganya.
Ayah Jinan ditangkap pada tahun 2006 setelah menyeberang ke Suriah selama perang Hizbullah-Israel untuk mencari perlindungan bagi keluarganya. “Begitu dia tiba di rumah kerabat kami, ada ketukan di pintu dan dia ditangkap,” kata Jinan. Dia tidak mendengar kabar dari ayahnya sejak saat itu.
Jinan dan keluarganya melakukan beberapa kunjungan ke Suriah untuk menanyakan tentang pembebasan ayahnya. Setelah membayar sekitar $5.500 kepada berbagai perantara, dia diberitahu bahwa ayahnya ditahan di Cabang 235 atau penjara Sednaya – dua pusat penahanan di Damaskus.
“Kami masih punya harapan, saya merasa dia masih hidup dan saya pikir dia akan kembali dan tinggal bersama kami. Saya tidak mendukung kelompok bersenjata yang membunuh orang, tetapi jika ayah saya kembali … Kami membutuhkannya,” kata Jinan.
Kebingungan terjadi karena dinamika politik yang berubah cepat di Suriah utara membuat pihak berwenang kesulitan mengidentifikasi siapa yang telah dibebaskan – dan mengembalikan mereka ke keluarga mereka.
Adalah Moammar Ali, yang telah mencari kakak laki-lakinya selama 39 tahun.
Moamar Ali mengatakan, tahun 1986, tentara Suriah menangkap kakaknya, Ali Hassan al-Ali, yang saat itu berusia 18 tahun, yang kala itu masih mahasiswa, di sebuah pos pemeriksaan di Lebanon utara.
Moammar tidak mendengar kabar darinya sejak penangkapan itu.
Ia menghabiskan tiga dekade berikutnya mengunjungi berbagai cabang keamanan di Suriah, di mana ia menerima informasi yang saling bertentangan tentang keberadaan saudaranya.
“Tidak ada tempat di Suriah yang tidak kami kunjungi. Kami berkeliling ke seluruh negeri untuk menanyakan apa yang terjadi padanya. Suatu hari mereka mengakui telah memenjarakannya, hari berikutnya mereka menyangkalnya,” kata Ali, warga Akkar, Lebanon utara.
Informasi terakhir yang diterima Ali tentang saudaranya adalah bahwa ia ditahan di cabang keamanan militer di Damaskus atas tuduhan agitasi politik. Kemudian, selama Revolusi Suriah dan perang saudara berikutnya dimulai dan Ali tidak lagi menerima kabar terbaru tentang status saudaranya.
Sampai Kamis malam, ketika telepon Ali mulai berdering. Teman, saudara, dan anggota keluarga mulai mengiriminya foto yang sama: seorang pria compang-camping berusia akhir 50-an, berdiri linglung di depan penjara pusat Hama di Suriah utara.
“Mereka bilang dia mirip saya. Saya katakan kepada mereka: “’ini saudara saya!’ Perasaan itu … tak terlukiskan. Bayangkan saya tidak melihatnya selama 39 tahun dan kemudian tiba-tiba fotonya dikirimkan kepada Anda, bagaimana perasaan Anda?” kata Ali.
Saudaranya, yang masuk penjara saat berusia 18 tahun, kini berusia 57 tahun. “Dia keluar dari penjara sebagai orang tua.”
Saudara laki-laki Ali adalah salah satu dari ribuan tahanan yang dibebaskan dari penjara pemerintah Suriah di Aleppo dan Hama setelah oposisi Islam yang dipimpin oleh Hay’at al-Tahrir al-Sham (HTS) merebut kota tersebut.
Minggu lalu, pasukan yang dipimpin HTS telah mengalahkan pasukan tentara Suriah di Suriah utara dalam serangan yang mengejutkan – tantangan paling serius bagi kendali Bashar al-Assad atas Suriah sejak revolusi tahun 2011.
Ali masih belum dapat melakukan kontak langsung dengan saudaranya dan telah menghabiskan 24 jam terakhir mencoba melacak siapa yang mengambil fotonya setelah dibebaskan dari penjara.
“Ketika dia pulang, kami akan mengadakan perayaan besar. Tetapi sampai saya menciumnya, sampai saya dapat mengatakan, ‘Ini dia, saudaraku,’ tidak ada yang berarti,” kata Ali.
Hari Ahad, 8 Desember 2024, saat fajar, pasukan oposisi Suriah mengumumkan jatuhnya Rezim Bashal al-Assad saat kendaraan pertama yang membawa pejuang oposisi memasuki jalan-jalan Damaskus, mendeklarasikan “pembebasan” ibu kota.
Setelah serangan kilat yang diluncurkan pada 28 November di Suriah utara dari kantong Idlib, oposisi Suriah, yang dipimpin oleh Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), mengakhiri lebih dari lima dekade pemerintahan keluarga Assad hanya dalam waktu 10 hari.
Sejak saat itu, puluhan gambar dan video telah beredar di media sosial. Dari pengumuman resmi oposisi dan pembebasan tahanan dari Penjara Sednaya hingga pemaksaan masuk ke istana presiden dan kedutaan besar Iran.
Setelah merebut kembali kota Aleppo, Hama, dan Homs secara berturut-turut dalam semalam, kelompok oposisi berkumpul di Damaskus, tempat “penggulingan” rezim tersebut secara resmi diumumkan dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi pemerintah Suriah.
“Rezim tiran Bashar al-Assad telah digulingkan. Semua tahanan yang ditahan secara tidak adil di penjara rezim tersebut telah dibebaskan. “Operasi Pembebasan Damaskus” menyerukan kepada semua saudara kita, baik pejuang maupun warga negara, untuk melindungi dan menjaga semua properti negara Suriah. Hidup Suriah yang merdeka,” kata seorang oposisi, dikelilingi oleh sekitar sepuluh orang, semuanya mengenakan pakaian sipil.
Video lain yang dibagikan secara luas di media sosial menunjukkan sekelompok oposisi mengawal Perdana Menteri Suriah Mohammad Jalali keluar dari kantornya untuk membawanya ke hotel “Four Seasons” di Damaskus.
Dalam sebuah pernyataan yang ditandatangani dengan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, pemimpin HTS, Abu Mohammad al-Jailani, melarang kelompok bersenjata di Damaskus mendekati gedung-gedung publik atau melepaskan tembakan ke udara. Ia menekankan niatnya untuk memastikan “transisi yang tertib.”
“Lembaga-lembaga negara Suriah akan diawasi oleh mantan Perdana Menteri Suriah Mohammad Jalali sampai mereka diserahkan,” kata pemimpin oposisi itu pada hari Ahad.
Beberapa jam sebelumnya, rumor mulai beredar di berbagai akun yang berafiliasi dengan oposisi, yang mengklaim bahwa mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad telah melarikan diri dengan pesawat yang lepas landas dari bandara Damaskus pada tengah malam.
“Assad tidak ada lagi di sini. Ia melarikan diri dari negaranya. Pelindungnya, Rusia, yang dipimpin oleh Vladimir Putin, tidak lagi ingin mendukungnya,” kata Presiden terpilih AS Donald Trump di platform Truth Social miliknya.
Gambar-gambar perayaan yang meriah telah membanjiri media sosial selama beberapa jam terakhir. Massa besar berkumpul di pusat kota Damaskus untuk merayakan jatuhnya rezim tersebut, menurut rekaman dari AFPTV.
Istana presiden dan kedutaan besar Iran dirusak
Di Alun-alun Umayyah, suara tembakan perayaan bercampur dengan teriakan “Allahu Akbar” (Tuhan Maha Besar). “Kami telah menunggu hari ini begitu lama,” kata Amer Batha, berbicara kepada AFP melalui telepon dari Alun-alun Umayyah.
“Saya tidak percaya saya menjalani momen ini,” tambahnya sambil menangis. “Ini menandai dimulainya babak baru bagi Suriah.”
Dalam pemandangan mencolok lainnya, penduduk Damaskus memanfaatkan kesempatan untuk memasuki kediaman presiden Bashar al-Assad di pusat kota. Tindakan ini dilakukan setelah penyingkiran sejumlah patung dan simbol yang menggambarkan diktator tersebut atau pendahulu dan ayahnya, Hafez al-Assad, di kota-kota lain yang baru-baru ini direbut kembali oleh para oposisi.
Masih di ibu kota Suriah, Kedutaan Besar Iran dijarah oleh para pengunjuk rasa, demikian dilaporkan televisi pemerintah Iran pada hari Minggu, yang menyiarkan rekaman dari Damaskus yang ditayangkan oleh saluran Saudi Al-Arabiya.
“Orang-orang tak dikenal menyerang Kedutaan Besar Iran, seperti yang terlihat dalam gambar-gambar yang disiarkan oleh berbagai saluran asing,” demikian dilaporkan televisi pemerintah Iran, sekutu setia rezim Assad.*