Hidayatullah.com–Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan tegas menolak rencana Donald Trump untuk melakukan pembersihan etnis dan “memiliki Gaza.” Ia menilai, rencana tidak masuk akal ini tidak lain akibat tekanan kelompok lobi Yahudi.
“Usulan yang diajukan oleh pemerintahan baru Amerika mengenai Gaza dengan tekanan dari kelompok lobi Zionis tidak ada yang layak dipertimbangkan atau didiskusikan,” kata Erdogan dalam sebuah konferensi pers di Bandara Istanbul sebelum terbang ke Malaysia.
Rencana Trump mengusulkan untuk mengubah Gaza menjadi apa yang ia gambarkan sebagai “Riviera Timur Tengah.”
Berdasarkan rencana tersebut, warga Palestina yang terusir pertama-tama akan dipindahkan ke Yordania, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya, dengan beberapa akhirnya menetap di daerah yang baru dikembangkan itu.
Netanyahu telah menyuarakan dukungannya terhadap usulan tersebut, menyebutnya sebagai “ide bagus pertama” yang pernah didengarnya mengenai masa depan kawasan tersebut.
Trump melontarkan gagasan AS untuk memiliki daerah kantong Palestina itu minggu lalu dalam sebuah konferensi pers bersama Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu.
Ia menegaskan kembali seruannya sebelumnya untuk merelokasi warga Palestina ke luar Gaza, mengalihkan beban ke negara-negara tetangga.
Berbicara kepada wartawan pada hari Ahad, Erdogan menyatakan penolakan tegas Ankara terhadap rencana apa pun yang akan mengusir penduduk Palestina secara paksa dari tanah air mereka.
Erdogan menggambarkan gagasan tersebut sebagai “benar-benar sia-sia.” “Tidak seorang pun memiliki kekuatan untuk mengusir penduduk Gaza dari tanah air abadi mereka yang telah ada selama ribuan tahun. Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem (Baitul Maqdis) Timur adalah milik Palestina,” katanya.
Turki telah menjadi salah satu pengkritik Zionis ‘Israel’ yang paling vokal selama konflik Gaza. Pada bulan Mei, Erdogan memutuskan hubungan dagang dengan negara Yahudi tersebut sebagai tanggapan atas perang tersebut, yang secara konsisten ia bandingkan dengan Holocaust.
Inisiatif Trump telah ditentang keras oleh para pemain regional utama, dengan Yordania, Mesir, Liga Arab, OKI bahkan Hamas . Kekuatan global, termasuk Jerman, Prancis, Brasil, Rusia, dan Tiongkok, juga mengutuk usulan pemindahan tersebut.
Para penentang rencana tersebut berpendapat bahwa pemindahan paksa akan melanggar hukum internasional, dengan kelompok-kelompok hak asasi manusia menyebutnya sebagai “pembersihan etnis.”
Meskipun mendapat kritik, Trump dilaporkan terus maju dengan perundingan diplomatik, mencari masukan dari para pemimpin Arab untuk menyempurnakan pendekatannya.
Presiden ‘Israel’ Isaac Herzog mengatakan kepada Fox News pada hari Ahad bahwa presiden AS akan bertemu dengan para pemimpin Arab utama, termasuk raja Yordania, presiden Mesir, dan kemungkinan putra mahkota Arab Saudi, untuk merundingkan relokasi warga Palestina.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sebelumnya menolak keras usulan tersebut, dengan alasan bahwa warga Palestina adalah pemilik sah tanah mereka, bukan “penyusup” atau “imigran” yang dapat diusir atas keinginan “penjajah ‘Israel'”.
Erdogan juga memuji kelompok perlawanan Palestina, Hamas, karena memenuhi janji dalam pertukaran tawanan dengan ”Israel”, meski rezim Zionis berupaya menggagalkan pertukaran itu.
Terkait situasi di Suriah, Presiden Turki itu mengatakan dirinya berharap negara itu mencapai stabilitas dan kedamaian di bawah kepemimpinan Presiden Ahmad al Sharaa.
Tidak ada tempat bagi kelompok-kelompok teroris di Suriah, kata Erdogan, seraya mengungkapkan keyakinan bahwa Presiden al Sharaa akan berjuang melawan mereka.*/aa, skyn