Hidayatullah.com– Di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan ‘Israel’, muncul nama baru yang kini menyedot perhatian global, yakni Jenderal Mohammad Pakpour.
Tokoh militer ini tidak asing lagi bagi pimpinan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), tetapi pengangkatannya sebagai Panglima Tertinggi untuk menggantikan Hossein Salami, yang tewas dalam serangan ‘Israel’ pada 13 Juni, menandai dimulainya era baru dalam strategi pertahanan Iran.
Pakpour tidak hanya bertugas sebagai komandan tempur, tetapi juga menjadi suara utama yang mengilhami semangat balas dendam Iran.
Ia dikenal sebagai sosok yang tangguh dan blak-blakan, dan pengangkatannya secara resmi diumumkan oleh Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang menyerahkan tampuk kepemimpinan militer kepadanya pada saat negara itu berada di ambang perang terbuka.
Lahir pada awal 1960-an, Mohammad Pakpour bergabung dengan IRGC setelah Revolusi Islam 1979. Ia menerima pendidikan strategi militer dan perang di lembaga militer Iran dan beberapa pusat pelatihan asing.
Sejak 2009, ia telah memimpin Divisi Darat IRGC dan memainkan peran penting dalam operasi militer di perbatasan Iran-Irak dan di Suriah.
Pakpour dikenal karena keahliannya dalam peperangan asimetris dan strategi serangan balik cepat. Ia juga memelopori penggunaan taktik tidak konvensional dalam menghadapi ancaman dari kelompok separatis dan intervensi asing.
Sebelum diangkat sebagai panglima tertinggi IRGC, ia memegang berbagai posisi senior di struktur keamanan tertinggi negara itu.
Segera setelah pengangkatannya, Pakpour mengeluarkan pernyataan tegas bahwa Iran akan “membuka gerbang neraka” terhadap ‘Israel’ setelah pembunuhan beberapa tokoh militer senior dan ilmuwan nuklir republik Islam itu.
Ia juga menekankan bahwa serangan balik Iran tidak akan berhenti dan akan diintensifkan secara bertahap.
Di bawah kepemimpinannya, Iran juga menunjuk Brigadir Jenderal Majid Khadami sebagai Kepala Intelijen IRGC yang baru, menggantikan Mohammed Kazemi, yang tewas bersama dua perwira senior lainnya, Hassan Mohaghegh dan Mohsen Bagheri.
Khadami sebelumnya mengepalai Organisasi Perlindungan Intelijen di Kementerian Pertahanan dan memiliki pengalaman luas dalam keamanan internal dan pengawasan strategis.
Analis militer menggambarkan Pakpour sebagai pemimpin yang teliti tetapi agresif ketika menghadapi ancaman eksternal.
“Pakpour adalah arsitek pertahanan Iran yang memahami keseimbangan antara serangan konvensional dan peperangan asimetris,” kata seorang analis dari Institut Studi Strategis Teheran dikutip AFP.
Di tengah meningkatnya tekanan internasional dan serangan ‘Israel’ yang terus berlanjut, Pakpour tidak hanya mengatur ulang pertahanan tetapi juga memperluas kerja sama dengan sekutu Iran termasuk Hizbullah, kelompok Houthi (Syiah) di Yaman, dan milisi Syiah di Iraq.
Koalisi ini telah membentuk apa yang sering disebut Barat sebagai “Aliansi Proksi Iran.”
Sementara ‘Israel’ mengklaim telah berhasil melumpuhkan sistem pertahanan udara Iran dan menewaskan ratusan personel militer senior dan ilmuwan, Pakpour bersumpah bahwa pembalasan Iran “baru saja dimulai.”
Serangan balasan Iran yang menargetkan rumah sakit ‘Israel’ dan kota-kota besar seperti Ramat Gan telah menuai kecaman internasional.
Namun Pakpour telah membela tindakan tersebut sebagai tanggapan yang sah terhadap agresi ‘Israel’ terhadap situs nuklir dan fasilitas militer Iran.
Sekarang, saat konflik memasuki minggu kedua, Pakpour tidak hanya memimpin tanggapan militer Iran, tetapi juga menjadi wajah utama narasi bahwa Teheran tidak akan menyerah.
Ia telah menjadi simbol kebangkitan strategi pertahanan Iran yang lebih sistematis, berani, dan terbuka. Meskipun dikutuk oleh negara-negara Barat, ia dipuji sebagai pahlawan di antara garis keras di Iran yang percaya bahwa pendekatan agresif adalah satu-satunya cara untuk menaklukkan ‘Israel’ dan mengekang pengaruh AS di Timur Tengah.*