Hidayatullah.com—Gelaran Musabaqah Hafalan Al-Qur’an dan Hadits (MHQH) tingkat nasional dan tingkat ASEAN-Pasifik telah berlangsung sekian tahun di Indonesia. Untuk tingkat nasional dimulai pada 2007 atau sejak lima tahun lalu. Sedangkan tingkat ASEAN-Pasifik pada tahun ini adalah yang keempat kalinya.
Tentu dalam perjalanannya selama ini, sedikit banyak memberi pengaruh baik kepada para peserta, kepada pemerintah, maupun kepada masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya. Selain mempererat hubungan bilateral antara Indonesia dengan Arab Saudi selaku negara sponsor, pun dengan negara-negara lain yang berpartisipasi, MHQH juga berdampak positif pada tiga hal, sebagaimana dijelaskan Koordinator Sekretariat Panitia, Gunaim Ikhsan kepada Hidayatullah.com di Masjid Istiqlal Jakarta siang (27/6) tadi.
Pertama, kecenderungan anak-anak muda di sejumlah negara minoritas Muslim di ASEAN untuk melakukan pembinaan dini dalam rangka menghafal Al-Qur’an mulai muncul. Sebab, tidak mungkin setiap tahun peserta perwakilan dari masing-masing negara itu-itu saja orangnya.
“Sehingga yang diutus selalu berbeda tiap tahunnya,” ujar Gunaim.
Yang kedua, lanjutnya, para hafidz (penghafal) bisa membentengi pribadinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghafal Al-Qur’an, seorang hafidz memiliki beban secara moral bahwasanya dirinya adalah seorang penghafal Al-Qur’an sehingga berdampak pada penanaman nilai-nilai Islam dalam pribadi.
Menurut Gunaim, secara otomatis seorang penghafal akan mempraktekkan dalam keseharian apa yang tertuang dalam Al-Qur’an.
“Sudah sebagian peserta yang sangat (memahami) dirinya sebagai penghafal Al-Qur’an,” aku alumnus Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta itu.
Dampak positif ketiga dari diadakannya MHQH ini yaitu semakin banyaknya minat anak-anak muda untuk menghafal Al-Qur’an. Ditambah lagi dengan hadiah yang sangat besar, termasuk kesempatan untuk menjadi tamu Allah di Tanah Suci Makkah secara gratis.
Karena, imbuh gunaim, “ibadah haji adalah impian semua orang, apalagi bagi seorang santri (pelajar) untuk mendapatkannya tidak mudah.”
Mengenai peningkatan lomba ini ke level yang lebih tinggi lagi, Gunaim mengaku hal tersebut telah direncanakan.
“Panitia sudah melayangkan permohonan secara resmi kepada Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Su’ud sebagai sponsor tunggal supaya ada peningkatan lagi level musabaqah ini,” ujarnya sembari kemudian berharap agar tahun depan rencana tersebut bisa direalisasikan untuk tingkat Asia.
Kenapa tidak sekalian sedunia? “Agak sedikit susah, karena di Arab Saudi dan di Afrika ada lomba yang sama dengan sponsor yang sama untuk tingkat dunia,” dalihnya.
Yang paling realistis, menurut Gunaim, adalah se-Asia.
Pengurus Divisi Dakwah dan Musabaqah Kedubes Arab Saudi di Jakarta ini juga mengatakan bahwa MHQH akan dipermanenkan menjadi musabaqah tahunan. Sehingga kedudukan Indonesia sebagai tuan rumah musabaqah tidak dipergilirkan kepada negara-negara lainnya.
“Indonesia sudah ditunjuk sejak awal MoU (Memorandum of Understanding) sebagai tuan rumah,” tekannya.
Sebagai informasi, musabaqah tingkat ASEAN-Pasifik yang ide awalnya dicetuskan oleh Presiden SBY pada silaturrahim pertama di Istana Negara 2007 lalu ini merupakan gelaran Atase Agama Kedutaan Arab Saudi bekerjasama dengan Kementerian Agama RI.
Seharian ini (27/6), lomba telah tuntas untuk kelas terakhir yaitu cabang hafalan Al-Qur’an 15 dan 10 juz. Pantauan Hidayatullah.com di lapangan selepas sholat dhuhur tadi, ruang penjurian Hadits sudah tidak dipergunakan untuk lomba lagi.
Berdasarkan informasi dari Gunaim, musabaqah rencananya ditutup oleh Menteri Agama, Suryadharma Ali pada Selasa (28/6) malam di Hotel J.W Marriot. Siang sebelumnya akan diadakan silaturrahim dengan Presiden SBY di Istana Negara.*
Keterangan foto:
1. Spanduk MHQH 2011 di depan Masjid Istiqlal Jakarta;
2. Seorang peserta cabang 10 juz dari Australia sedang menghafal Al-Qur’an.