Hidayatullah.com–Acara Konferensi Internasional tentang “Harmonizing Islam and Western Civilizations towards a New Era” (Harmonisasi Peradaban Islam dan Barat menuju Era Baru), 20 Oktober 2011, dari pukul 09.00 s.d 16.30 Konferensi ini diselenggarakan di Hotel Holiday Inn, Leiden, Belanda.
Pertemuan dimulai dengan pidato pembuka yang disampaikan oleh Ketua
Pusat Informasi dan Pelayanan (Selanjutnya disebut PIP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Belanda, Deden S. Permana. Mewakili PIP PKS di Belanda, Inggris, dan Jerman.
Deden dalam pidato pembukanya menekankan bahwa Konferensi ini membawa pesan perdamaian dan dialog, dan juga niat baik dari PKS untuk berkontribusi dalam proses transformasi peradaban dunia menuju keadaan yang lebih baik dan era baru yang penuh dengan kedamaian, keadilan dan kesejahteraan untuk semua.
Sambutan pembuka juga disampaikan oleh Mustafa Kamal, Ketua fraksi PKS di Dewan Perwakilan Rakyat yang berbicara mengatasnamakan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq.
Mustafa Kamal menyebutkan bahwa tidak ada satupun negara yang bebas dari masalah, baik itu dalam hal ekonomi, sosial-politik, budaya ataupun masalah kerekatan sosial. Termasuk juga Indonesia. Oleh karena itu, setiap negara, bahkan setiap peradaban memerlukan pembelajaran dari praktek-praktek terbaik yang dijalankan oleh negara atau peradaban lainnya. Kebutuhan untuk saling memahami dan bekerjasama pada tingkat internasional menjadi tidak terelakkan.
Narasi Baru
Diskusi panel pertama diselenggarakan setelah sesi pembukaan yang dipusatkan pada tema “Barat dan Islam: Refleksi Nilai-nilai Unggul dari masing-masing Peradaban”.
Empat pembicara pada sesi ini, mereka yaitu: Dr. Hidayat Nur Wahid (Anggota DPR, Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat), Anis Matta (Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat) dan George Galloway (Koalisi anti-perang di Inggris, Mantan Anggota Parlemen Inggris) dan Syeikh Ahmed Amir Ali (Presiden dari Akademi Studi Islam Eropa, di Inggris).
Dalam paparannya, Dr. Nur Wahid menyimpulkan bahwa seharusnya tidak ada sekat bagi Muslim untuk belajar dari non-Muslim dan begitupun sebaliknya. Baik Islam maupun Barat harus memainkan perannya dalam membawa kesejahteraan kepada seluruh dunia secara aktif, dan bertanggungjawab.
Keduanya perlu untuk menemukan pendekatan yang efektif dan metode yang tepat untuk mencapai tujuan bersama.
Sedangkan Anis Matta membahas masalah krisis, ekonomi dan politik yang melanda dunia Barat dan dunia Islam. Menurutnya, solusi yang memungkinkan untuk mengatasi masalah yang ada.
Anis menyebutkan bahwa peristiwa 11 September telah memperburuk proses komunikasi Barat dengan Islam, dan oleh karenanya perlu diingatkan kepada semua Muslim akan pentingnya interaksi melalui dialog dan komunikasi dua arah yang baik.
Menurutnya, “Arab Spring” (Musim semi bagi demokrasi di dunia Arab) telah terjadi, sehingga perlu dicari model baru dari peradaban, negara, pemerintahan dl. Namun, dunia Islam tampak kehilangan narasi peradabannya setelah kejatuhan para diktator di Tunisia, di Mesir dll.
Oleh karenanya, penting bagi mereka untuk segera menyusun narasi baru peradabannya dengan pemimpinnya yang baru.
Anis juga menyatakan bahwa dunia Islam harus memulai narasinya bukan dari titik di mana Barat memulainnya melainkan seharusnya dari titik ketika barat mengakhirinya. Sehingga dia seharusnya merupakan sebuah kelanjutan dan bukanlah sebuah awal yang sama sekali baru.
Ketika ada seorang bertanya tentang bagaimana caranya untuk merealisasikan gagasannya, Anis Matta mejawab dengan menyentuh tiga hal. Pertama, masalah komunikasi. Ia mencontohkan sentimen segelintir elit di Eropa tidak menggambarkan pandangan masyarakatnya demikian juga sebaliknya di dunia Islam.Kedua, bagaimana kita bisa menaruh isu ekonomi didalam perspektif kemanusiaan, hal ini merupakan isu bersama.Ketiga, bagaimana kita bisa meninjau ulang kurikulum pendidikan kita, sehingga mampu untuk menjaukan rasa takut, benci sedini mungkin.
Sedang Syeikh Ali mempertimbangkan bahwa merindukan nilai-nilai fundamental dari Islam dan juga sebaliknya. Dia mengakui bahwa telah terjadi kesalahpahaman dalam proses komunikasi kedua peradaban, dan kesalah pahaman tersebut disebabkan oleh kesalahan orang per orang pada keduabelah pihak.*