Hidayatullah.com—Serangan rasis semakin sering terjadi di Yunani seiring dengan meningkatnya ketegangan politik. Para pengamat menilai, krisis ekonomi hanyalah salah satu penyebab kerusuhan di negara tersebut.
Sabtu (25/8/2012) siang hari di tengah terik matahari kota Manolada, Yunani barat, para pekerja migran sedang memetik buah strawberi hasil panen tahunan.
Tiba-tiba dua orang pria menyerang seorang imigran asal Mesir. Setelah pertengkaran sengit, kedua orang pria itu menjepit pemuda Mesir berusia 22 tahun tersebut di salah satu jendela mobil mereka, lalu menyeretnya hampir sejauh satu kilometer menyusuri kota. Menurut polisi, pemuda Mesir yang menyerang kedua orang pria Yunani tersebut lebih dulu. Namun, menurut koran oposisi dari kelompok kiri, pemuda Mesir itu hanya meminta upah yang belum dibayar.
Kejadian tersebut hanya satu dari banyak serangan rasis yang dilakukan masyarakat Yunani kepada para imigran. Awal bulan ini, seorang pria Iraq ditusuk di pusat kota Athena.
Dilansir Deutsche Welle (29/8/2012), organisasi-organisasi hak asasi manusia mengatakan, sedikitnya 200 serangan rasis terjadi di Yunani dalam waktu dua bulan terakhir. Dalam sebagian besar kasus, mereka menyalahkan partai ultra-nasionalis Partai Fajar Keemasan yang dianggap menyuburkan bibit xenophobia, ketakutan atas orang asing. Partai berideologi rasis dan anti-Islam itu memiliki perwakilan 18 kursi di parlemen nasional
Menurut Eleni Karasavidou, sosiolog Yunani dan penulis dari Thessaloniki, warga Yunani kelihatannya mencari orang untuk dipersalahkan atas situasi ekonomi dan sosial mereka yang memburuk. Mereka, kata Karasavidou kepada DW, merasa bahwa krisis telah menjungkirbalikkan kehidupannya.
“Dan yang paling lemah, yaitu para imigran, dijadikan kambing hitam,” kata Karasavidou.
Biasanya, imigran dianggap sebagai pihak yang melakukan serangan. Seperti yang terjadi pada awal bulan ini, di mana seorang pria Pakistan dituding memperkosa gadis Yunani berusia 15 tahun di Pulau Paros. Sejak kejadian sampai saat ini gadis itu koma. Polisi menangkap tersangka dan nyaris tidak berhasil melindunginya dari serangan warga yang marah.
Kejadian lainnya bahkan memicu kerusuhan, di mana pada musim panas 2011, tiga orang imigran asal Afrika Utara dituding menusuk seorang warga Yunani hingga tewas di jalanan dan merampas kamera videonya.
“Situasinya sangat kompleks,” kata Panagiotis Loakeimidis, seorang profesor kajian Eropa di Universitas Athena, kepada DW.
Tidak hanya dikalangan politisi dan orang awam, rasisme di Yunani bahkan menjangkiti dunia olahraga Yunani.
Voula Paparchristou, salah satu atlet atletik terbaik putri Yunani, menjelang keberangkatannya ke Olimpiade London 2012 membuat pernyataan rasis lewat akun Twitternya. “Dengan begitu banyaknya orang Afrika di Yunani …. Paling tidak nyamuk-nyamuk Nil Barat … akan makan makanan buatan rumah!!!” tulis atlet yang seharusnya memiliki jiwa sportifitas itu.
Polisi memperparah keadaan
Kelompok-kelompok pembela HAM mengatakan, kejahatan berdasarkan kebencian di Yunani terus meningkat baik dalam frekuensi maupun tingkat keganasannya, dan tindakan polisi justru semakin memperburuk situasi, lansir Euronews (14/8/2012).
Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, ratusan orang menjadi korban atas operasi polisi yang menangkapi para imigran ilegal, sehingga semakin menaikkan sentimen nasionalis Yunani.
“Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, dari kesaksian yang kami dapat, ada sekitar 500 (serangan),” kata Javied Aslam, presiden Komunitas Pakistan di Yunani. Serangan tidak lagi hanya berupa kata-kata, melainkan dengan bantuan alat pemukul dan bahkan pisau, lapor Euronews.
Pada hari Jumat pekan lalu (24/8/2012), ribuan orang turun ke jalan di Athena, sebagian besar para imigran, menentang serangan rasis yang merebak di Yunani.
Kebanyakan para imigran yang ikut dalam aksi jalan menuju gedung parlemen itu adalah orang Pakistan.
Mereka menyeru agar operasi polisi yang menyasar para imigran segera diakhiri. Awal bulan ini saja, sudah 6.000 orang imigran ditangkap di Athena, ibukota negara satu-satunya di Eropa yang hingga kini masih tidak mengizinkan berdirinya masjid.
Karasavidou berharap, pemerintah koalisi Yunani yang baru akan memberikan warna lain bagi negara itu.
Menurut Karasavidou menyalahkan politisi atas kekerasan rasis yang terjadi di Yunani mudah saja, tetapi hal itu bukan solusi.
“Demokrasi artinya, yang paling utama, adalah tanggungjawab pribadi,” kata wanita itu, seraya menambahkan bahwa warga Yunani perlu untuk meningkatkan kesadarannya atas masalah-masalah sosial yang mereka alami.
“Saya tidak bicara tentang menentukan tujuan jangka panjang yang tidak realistis, saya merasa bukan berarti kita membutuhkan sebuah surga yang sempurna. Tetapi saya juga tidak mau jika harus hidup di lingkungan yang seperti hutan,” kata Karasavidou.*