Hidayatullah.com—Sejumlah wanita Saudi yang berpatisipasi dalam lokakarya yang digelar kementerian haji mendesak agar pemerintah Arab Saudi memberikan mereka kesempatan untuk bekerja di lapangan selama musim haji mendatang, atau tidak sekedar di balik meja.
Shadiya Janbi, seorang mutawif (pembimbing haji) wanita mengatakan bahwa adalah penting bagi para jamaah haji yang merupakan tamu-tamu Allah mendapatkan pelayanan yang terbaik.
Janbi juga mengatakan ingin melihat ada wanita yang duduk dalam jajaran direksi Tawafa (penyelenggara haji) dan bekerja di lapangan.
“Wanita mutawif ingin berada di lapangan guna membantu jamaah haji wanita. Kami tidak ingin hanya melakukan pekerjaan adminstrasi saja. Kami ingin berada di luar sana ikut aktif dan kami memiliki kemampuan untuk itu,” kata Janbi, dikutip lansir Saudi Gazette (23/9/2012).
Dr. Fatimah Utsman, seorang asisten profesor di Universitas Raja Abdulazziz, dalam pertemuan itu menyampaikan makalah tentang bagaimana sistem informasi geografi dan artificial intelligence dapat dipergunakan untuk membantu penyelenggaraan haji dan umrah.
Wafa Banah, seorang wanita yang bekerja di tawafa, mengatakan bahwa lokakarya tersebut sangat bermanfaat dan membantu dirinya untuk mendapatkan informasi terkini tentang perkembangan teknologi sistem informasi dan bagaimana mutawif dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para jamaah haji dan umrah.
Dimarjinalkan
Keluhan mutawif wanita yang merasa dimarjinalkan sudah muncul sejak lama.
Di tahun 2004, Arab News pernah memuat laporan tentang keluhan wanita para pembimbing haji dan memandu perjalanan haji dan umrah..
“Empat puluh tahun tahun lalu, seorang mutawif wanita melakukan pekerjaan yang persis sama dengan apa yang dilakukan mutawif pria,” kata Hiam Bunjabi, yang ketika itu menjabat direktur Komite Mutawif Wanita Saudi, sebagaimana dikutip Arab News (29/1/2004).
Bimbingan haji, merupakan pekerjaan turun-temurun bagi sejumlah warga Arab Saudi. Hiam Bunjabi sediri mewarisi pekerjaan itu dari ayahnya yang juga merupakan seorang mutawif.
Ketika usaha bimbingan haji ini dilebur ke dalam lembaga bimbingan haji yang dibentuk pemerintah Arab Saudi, perlahan-lahan peran mutawif wanita semakin menyurut, meskipun Hiam Bunjabi mengakui bahwa dirinya masih memperoleh bagian keuntungan dari usaha itu seperti dahulu.
“Banyak yang bisa dilakukan oleh seorang wanita dan harus bisa dilakukannya. Saya tidak kalah kemampuannya dengan pria dalam mengorganisir perjalanan haji, memasukkan data ke dalam sistem komputer, melakukan pekerjaan adminstrasi dan mengatur transportasi serta layanan lainnya untuk para jamaah. Melakukan pekerjaan-pekerjaan ini tidak berarti harus bercampur-baur dengan para pria, meskipun saya perlu mempekerjakan pria untuk melakukan pekerjaan lapangan,” papar wanita itu.*