Hidayatullah.com—Seorang imam warga Muslim di Republik Afrika Tengah (CAR) menceritakan kesaksiannya sangat mengerikan tentang kekejaman terhadap Muslim di negara yang kini dilanda perselisihan itu.
“Saya tidak ingin meninggalkan Bangui, saya ingin menjadi Muslim terakhir yang meninggalkan Afrika Tengah atau setidaknya seorang Muslim terakhir yang dimakamkan di sini,” ujar seorang Imam Bangui menuturkan kesaksiananya pada Program BBC Newsday Senin, 10 Februari 2014 lalu.
“Negeri ini adalah tempat peristirahatan terakhir ayah dan ibuku,” tamnah imam dengan nada sedih.
Sebagaimana diketahui, selama beberapa minggu terakhir, ribuan warga Muslim yang ketakutan melarikan diri guna mempertahankan hidup mereka dari ancaman pembunuhan, penjarahan dan pelecehan oleh milisi bersenjata yang didominasi mayoritas Kristen di kota.
Milisi Kristen Anti Balaka yang bersenjata menyisir rumah kaum Muslim dari pintu ke pintu, menggerebek warga, menyeretnya dan tak peduli membunuh anak-anak dan perempuan. Termasuk penjarahan dan merusak properti milik kaum Muslim, demikiamn laporan PBB mengungkapkan.
“Para preman anti – Balaka telah menargetkan kami, ” katanya sang imam.
“Mereka sudah membakar sebagian besar masjid di Ibu Kota, hanya segelintir masjid yang tetap tak tersentuh di lingkungan kami.”
Meskipun ribuan Muslim telah meninggalkan tempay mereka, sang imam tersebut, yang namanya tidak dijelaskan oleh BBC, menolak meninggalkan tempatnya, ia masih berlindung bersama umat Islam yang tersisa di Kilometer 5, sebuah distrik mayoritas Muslim Bangui.
”Aku akan menjadi Muslim terakhir di CAR, ” katanya.
”Jika mereka ingin membunuh kami di Kilometer 5, di lingkungan kami, ” tambahnya nya.
”Kami siap untuk menerima takdir, karena kami percaya pada Allah dan kami yakin bahwa Allah akan melindungi kita, ” tambahnya.
Genosida
Sebelum ini, organisasi Amnesti Internasional dalam sebuah laporan tentang kondisi Republik Afrika Tengah (CAR) menyampaikan kekhawatirannya atas meningkatnya serangan terhadap warga Muslim negara ini.
Dalam laporan ini, Penasihat Amnesti Internasional Joanne Mariner mengkonfirmasikan telah terjadi genosida terhadap umat Islam negara ini oleh milisi Kristen anti-Balaka.
Menurut para saksi mata, milisi anti-Balaka yang kebanyakan adalah warga Kristen ekstrim merupakan pelaku genosida dan menjadi aktor utama di balik ketidakamanan dan ketakutan yang terjadi di negara ini.
Para pengamat meyakini serangan balasan anti-Balaka di Afrika Tengah terhadap warga sipil Muslim negara ini jelas-jelas genosida. Menurut mereka, aksi kekerasan berdarah milisi anti-Balaka akan membudaya di negara ini dan hal ini akan membahayakan negara-negara di kawasan Afrika Tengah.
Sesuai dengan laporan Amnesti Internasional, dalam pekan-pekan terakhir, milisi anti-Balaka telah membantai umat Islam dan aksi ini menyebabkan puluhan ribuan orang telah melarikan diri dari CAR ke negara-negara tetangga seperti Chad.

Meski banyak umat Islam telah jadi korban, Richard Bejouane, pemimpin milisi anti-Balaka justru membela apa yang dilakukan oleh anak buahnya, sekaligus memperingatkan Catherine Samba-Panza, Presiden Republik Afrika Tengah untuk tidak menumpas milisi anti-Balaka.
Peringatan itu disampaikannya setelah sebelumnya Catherine Samba-Panza mengkonfirmasikan sikap pemerintah dan militer untuk memerangi milisi anti-Balaka.
Milisi anti-Balaka ini berdiri pada bulan Agustus 2013 di daerah Bossangoa, tempat kelahiran Michel Djotodia, pemimpin koalisi Seleka dan presiden interim CAR. Ia sempat bergabung dengan pasukan oposisi Francois Bozize, Presiden CAR yang dilengserkan.
Yang kini menjadi pertanyaan analis politik, siapa dan bagaimana milisi anti-Balaka dipersenjatai dan melakukan koordinasi dalam waktu singkat?
Bahkan keberadaan sekitar 6 ribu pasukan penjaga perdamaian negara-negara anggota Liga Afrika dan 1600 tentara Prancis tidak mampu mencegah terjadinya penjarahan dan pembantaian warga Muslim negara ini.*