Hidayatullah.com—Wakil Presiden Kenya William Ruto telah meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa menutup kamp pengungsi Dadaab dan merelokasi lebih dari 500.000 warga Somalia yang mendiaminya.
Dadaab, terletak di dekat perbatasan dengan Somalia, merupakan kamp pengungsi terbesar di Afrika.
Namun, kepala badan pengungsi PBB UNHCR di Kenya kepada BBC mengatakan bahwa mereka belum diminta untuk menutup kamp tersebut.
Ruto mengatakan UNHCR diberikan waktu 3 bulan untuk menutup Dadaab dan membuat rencana alternatif bagi penghuninya. Jika tidak, maka Kenya sendiri yang akan merelokasinya.
Raouf Mazou, perwakilan UNHCR di Kenya, mengatakan bahwa dia sudah mendengar kabar rencana pemerintah tersebut.
Dadaab didirikan tahun 1991 untuk menampung melakukan keluarga-keluarga yang menyelamatkan diri dari Somalia. Sebagian pengungsi sudah tinggal di tempat itu selama lebih dari 20 tahun.
Parlemen dan pemerintah Kenya sebelumnya menuding kelompok bersenjata Al-Shabaab bersembunyi di kamp Dadaab.
Berbicara pada hari Sabtu (11/4/2015), Ruto bersikeras kamp Dadaab harus ditutup dan pemukimnya dipulangkan kembali ke Somalia.
“Seperti cara Amerika berubah setelah 9/11, seperti itulah Kenya akan melakukan perubahan setelah Garissa,” imbuh Ruto.
Pada 2 April, kelompok bersenjata asal Somalia Al-Shabaab melancarkan serangan ke sebuah perguruan tinggi di kota Garissa di Kenya. Sebanyak 148 mahasiswa tewas dalam peristiwa itu.
Macharia Munene, profesor hubungan internasional di Universitas Kenya mengatakan kepada Reuters bahwa pemindahan ratusan ribu pengungsi melintasi perbatasan adalah sebuah pekerjaan besar.
Tetapi dia mengatakan sekarang sudah ada kawawan aman di dalam Somalia, di mana kelompok Al-Shabaab telah diburu oleh pasukan gabungan Uni Afrika.
Kenya juga telah mulai membangun dinding perbatasan sepanjang 700km dengan Somalia, guna mencegah masuk kelompok Al-Shabaab.
“Kita harus menjaga keamanan negara ini dengan apapun. Bahkan jika kita harus kehilangan bisnis dengan Somalia, maka biarlah itu terjadi,” kata Ruto.*