Hidayatullah.com—Koran Jerman Süddeutsche Zeitungmengabarkan bahwa tahun lalu 13 persen atau lebih dari 130.000 pengungsi yang terdaftar tidak pernah masuk ke tempat penampungan yang disediakan.
Dilansir Deutsche Welle (25/2/2016) laporan itu diturunkan berdasarkan data yang diterima dari kementerian dalam negeri, atas permintaan Partai Hijau. Kementerian menyebutkan sejumlah alasan mengapa ribuan pencari suaka itu menghilang, seperti melanjutkan perjalanan ke negara lain atau terjerumus ke dalam proses ilegal.
Menurut kementerian, Jerman bahkan kurang berhasil untuk mengirimkan balik para pengungsi ke negara anggota Uni Eropa yang seharusnya menampung mereka. Pihak berwenang Jerman meminta agar rekannya negara Uni Eropa menampung kembali pengungsi yang masuk wilayahnya hanya 1 dari setiap 10 pemohon suaka. Pada tahun 2014, kasusnya lima dari setiap sepuluh pengungsi.
Berdasarkan Regulasi Dublin, negara yang bertanggung jawab menampung pencari suaka adalah negara tempat di mana orang bersangkutan menjejakkan kakinya pertama kali di wilayah Uni Eropa. Namun, rupanya sistem itu tidak berhasil. Pasalnya, sistem yang diterapkan Regulasi Dublin merugikan negara-negara yang sebenarnya hanya menjadi “tempat persinggahan sementara”. Misalnya Yunani, yang bulan lalu mengalami kedatangan migran di wilayah pesisirnya 21 kali lebih banyak dari periode Januari 2015.
Laporan tersebut diungkap oleh media setempat hanya satu hari setelah parlemen Jerman, Bundestag, meloloskan undang-undang baru yang memperketat proses suaka.
RUU itu, yang akan diajukan ke majelis tinggi parlemen, Bundesrat, pada hari Jumat ini untuk dimintai persetujuan final, dibuat untuk membantu Jerman mengatasi arus migran dan pengungsi yang membludak belakangan ini.
Undang-undang baru itu diharapkan mempercepat proses suaka, serta mempermudah deportasi migran yang ditolak suakanya oleh Jerman.*