Hidayatullah.com—Uni Eropa dan Turki telah mencapai kesepakatan guna mengakhiri arus migran yang membanjiri Eropa belakangan ini. Turki telah setuju untuk menerima kembali semua migran yang masuk ke Eropa secara ilegal, dan sebagai imbal balik Uni Eropa akan mempercepat proses penerimaan Turki sebagai anggotanya.
Semua pendatang asing yang menjejakkan kakinya di Eropa hari Ahad (20/3/2016) dan setelahnya akan dikembalikan ke negara transit, Turki, mulai 4 April 2016.
“Bagian terpenting dari kesepakatan ini adalah hal tersebut akan mengakhiri bisnis penyelundupan manusia dan bermanfaat untuk mengamankan perbatasan-perbatasan terluar UE,” kata Kanselir Jerman Angela Merkel dalam konferensi pers usai kesepakatan itu, lapor wartawan Deutsche Welle dari Brussels hari Jumat (18/3/2016).
Sebagai imbalannya, Uni Eropa setuju untuk mempercepat negosiasi perihal keanggotaan Turki di organisasi blok kerjasama ekonomi terbesar di dunia itu.
Apa saja keuntungan dari kesepakatan itu bagi masing-masing pihak, berikut gambarannya.
Keuntungan bagi Uni Eropa
- Mulai hari Ahad besok, Uni Eropa akan mengirim para migran yang tiba di wilayah negara anggotanya lewat Laut Aegea kembali ke Turki. Pada tahun 2015, lebih dari 1,26 juta migran (termasuk pengungsi) tiba di Uni Eropa. Selama sembilan bulan dalam sembilan perundingan khusus membahas banjir migran tersebut, 28 negara anggota Uni Eropa gagal mencapai kesepakatan bagaimana cara menanggulanginya.
- Untuk setiap pengungsi Suriah yang dikirim balik dari Yunani ke Turki, Uni Eropa akan mengambil (menerima) satu pengungsi Suriah yang saat ini ditampung Turki. Meskipun demikian, jumlah itu dibatasi paling banyak 72.000. (Yunani adalah negara terdekat dengan Turki yang paling sering dijadikan batu loncatan menuju negara Uni Eropa lainnya).
Keuntungan bagi Turki
- Uni Eropa setuju untuk mempercepat pembicaraan-pembicaraan terkait penerimaan Turki sebagai anggotanya, hal yang selama ini sangat diharapkan oleh pemerintah Ankara. Meskipun demikian, Perdana Menteri Ahmet Davutoglu tidak akan mendapatkan semua yang diharapkan pemerintahnya. Turki meminta UE menggelar lima bab pembicaraan, tetapi UE hanya bersedia membuka satu bab pembicaraan. Bab itu, yaitu tentang isu-isu anggaran dan finansial, relatif tidak begitu penting dibanding bab-bab lainnya. Namun satu hal yang pasti, negara anggota UE Siprus tidak akan bisa memveto satu bab tersebut.Siprus selama ini menentang upaya Uni Eropa membuat konsesi dengan Turki. Keberatan Siprus bisa dimaklumi sebab negara itu hingga saat ini terpecah dua, sejak Turki menginvasi bagian utara pulau Siprus di tahun 1974 dan tokoh orang keturunan Turki di Siprus utara memproklamirkan Turkish Republic of Northern Cyprus (TRNC). Eksistensi TNRC hanya diakui oleh pemerintah Ankara.
- Liberalisasi visa. Uni Eropa, tanpa memberikan garansi apapun, setuju untuk mempercepat pengkajian apakah Turki memenuhi syarat-syarat yang diminta agar layak mendapatkan liberalisasi visa, sehingga warganya bebas melakukan perjalanan tanpa visa di Zona Schengen (zona bebas paspor dan visa negara UE). Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu usai perundingan di Brussels kemarin mengatakan bahwa masih ada hal-hal yang perlu dilakukan Turki, tetapi “kami sudah memenuhi 37 dari 72 persyaratan yang diminta, dan kami berharap dapat memenuhi semua persyaratan itu sebelum akhir Mei.”Masalah ini adalah masalah sensitif bagi pemerintah maupun rakyat kedua negara. Tidak perlu menunjukkan paspor di perbatasan UE adalah kebanggaan tersendiri bagi orang Turki. Namun, sejumlah negara UE keberatan dengan liberalisasi visa bagi Turki, sebab hal itu dikhawatirkan akan meningkatkan popularitas partai kanan-jauh, seperti Front Nasional Prancis, yang sangat anti orang asing terutama Muslim.
- Uang. Uni Eropa sebelumnya sudah mencapai kesepakatan dengan Turki untuk menggelontorkan dana 3 miliar euro guna keperluan pengungsi Suriah yang berada di Turki, dengan syarat Turki mencegah mereka pergi ke Eropa. Ankara kemudian meminta tambahan lagi 3 miliar euro pada musim gugur.Namun, Uni Eropa hanya mengatakan akan mempercepat proses pencairan dana itu, dan tidak mengutarakan dengan pasti apakah dana tambahan yang diminta Turki akan dipenuhi.
Hambatan
Meskipun kesepakatan Turki dan Uni Eropa di atas telah disetujui masing-masing pihak, namun dalam pelaksanaannya nanti belum tentu akan berjalan mulus.
Sejauh ini Uni Eropa hanya berkomitmen untuk menampung 18.000 orang migran, tidak lebih. Untuk memenuhi kesepakatan dengan Turki 72.000 pengungsi, maka berarti 54.000 lainnya harus ditempatkan tersebar di antara negara-negara anggota Uni Eropa. Padahal, Hungaria dan Slovakia sudah menyatakan dengan dengan sejelas-jelasnya bahwa mereka tidak bersedia lagi menampung migran.
Yunani –negara kecil yang sedang mengalami krisis ekonomi dan banyak pekerjaan administrasi negaranya masih dilakukan secara manual– pasti akan mengalami kesulitan, sebab infrastruktur administrasi dan yudisial yang diperlukan untuk menjalankan kesepakatan itu belum memadai.
Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras mengatakan negaranya membutuhkan tambahan sekitar 2.000 pengacara dan hakim untuk melakukan tugas-tugas berkaitan dengan permohonan suaka dan pengembalian migran ke Turki. Namun, Yunani hanya bisa menambah 270 staf saja.
Untuk mengatasi hal itu, negara-negara Uni Eropa lainnya berjanji akan membantu Yunani dengan mengirimkan personel penjaga perbatasan, pakar urusan suaka dan penerjemah “kapan saja diperlukan”.
Menyusul pengumuman kesepakatan itu, organisasi-organisasi pemerhati hak asasi manusia bersuara mengecam. Oxfam menyebut kesepakatan itu sebagai “langkah lebih jauh menuju pada ketidakmanusiawian.” Sementara Amnesty International menyebut hari itu sebagai “hari yang gelap bagi Eropa dan bagi kemanusiaan.”*