Hidayatullah.com– Kerabat anak-anak penghafal al-Qur’an (tahfizh), korban serangan udara di Kunduz, Afghanistan, meminta tanggung jawab atas pembantaian 100 lebih santri dalam sebuah serangan udara.
Sebuah sekolah keagamaan (madrasah) di distrik di provinsi utara hancur oleh serangan udara pada hari Senin.
Pemerintah Afghanistan berdalih serangan itu menarget pertemuan Taliban, namun para saksi mata dan pejabat setempat menegaskan bahwa pada saat serangan itu, sebuah upacara Dastaar Bandi –upacara yang merayakan anak-anak muda yang berhasil menghafalkan al-Qur’an– sedang berlangsung di sekolah itu.
Ada laporan yang bertentangan mengenai jumlah korban terbunuh dalam serangan itu, dan kondisinya.
Seorang pejabat distrik mengatakan jumlahnya 70 orang –termasuk anak-anak dan para komandan tinggi Taliban– terbunuh, namun saksi mata menyebut jumlah terbunuh 100.
Nematullah Temori, juru bicara gubernur provinsi, mengatakan tujuh penduduk sipil terbunuh dalam serangan itu.
Namun Jenderal Mohammad Radmanish, juru bicara kementerian pertahanan, juga berdalih menurut intelijen mereka, tidak ada penduduk sipil ketika serangan udara itu.
Dia mengatakan pada Aljazeera bahwa serangan udara menarget sebuah pertemuan Taliban dimana anggota kelompok tersebut sedang mendiskusikan rencana untuk merebut kota Kunduz.
“Taliban berkumpul di sebuah ruangan mendiskusikan langkah mereka selanjutnya untuk merebut kota Kunduz.”
Baca: Pembantaian 100 Santri Tahfizh Qur’an di Kunduz Picu Kemarahan Massal
“Kami memiliki rekaman pengawas dari orang-orang bersenjata dan foto-foto para pemimpin Taliban di wilayah telah diserang,” kata dia, menambahkan bahwa 18 komandan Taliban terbunuh dalam serangan udara tersebut.
Radmanish mengatakan penduduk sipil yang terbunuh dalam serangan itu bisa jadi hasil dari “serangan yang tidak kami sadari”.
“Pemerintah sedang menyelidiki kematian para penduduk sipil ini.”
Radmanish juga mengatakan warga sipil yang dibawa ke rumah sakit telah terkena peluru, sebuah klaim yang disangkal oleh ayah dari salah satu korban.
“Anak laki-lakiku, berumur 13 tahun, baru saja menyelesaikan Qur’annya dan sedang disahkan dalam upacara. Dia berpakaian rapi dan sangat senang dengan prestasinya,” Abdul Khalid mengatakan pada Aljazeera.
“Tidak ada tanda-tanda luka peluru di badannya. Dia terbunuh dalam serangan udara, bukan dengan tembakan.”
“Anak laki-lakiku mati sekarang, dan saya menguburkannya kemarin. Saya tidak mengerti mengapa mereka menyerang anak-anak? Kami harus tahu yang sebenarnya,” katanya, menyebut pemerintah “tidak jujur”.
Abdul Matin Atifi, kepala kesehatan publik di Kunduz, mengatakan pada wartawan bahwa rumah sakit di kota menerima 30 jasad penduduk sipil.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengakui dalam sebuah pernyataan bahwa serangan-serangan udara telah menyebabkan korban sipil, tetapi mengakui mereka menarget milisi Taliban.
“Tentara Nasional Afghanistan, berdasarkan informasi akurat, memcoba menghancurkannya untuk melindungi orang-orang dari bencana yang lebih besar, tetapi sayangnya terdapat laporan bahwa korban penduduk sipil juga dihasilkan dalam serangan itu,” pernyataan itu mengatakan, menambahkan bahwa penyelidikan akan dibuka.
Baca: Menhan AS: Elemen Taliban Afghanistan Tertarik Ikut Perundingan Damai
Adegan Pembantaian
Seorang penduduk Kunduz, Faiz Mohammed, mengatakan dua adik laki-lakinya –Mirwais (11) dan Ahmed (12)– ikut serta dalam upacara itu dan dapat berhasil selamat dari serangan itu.
“Mereka masih shock dan sangat sedih karena kehilangan teman-teman mereka,” dia mengatakan pada Aljazeera.
Setelah serangan, Faiz Mohammed bergegas menuju tempat kejadian dan menggambarkan pemandangan yang mengerikan.
“Banyak sekali anak-anak dan mullah yang tergeletak di tanah berteriak kesakitan. Banyak yang terkejut,” katanya.
Misi Bantuan Persatuan Bangsa-Bangsa di Afghanistan mengatakan di Twitter bahwa sebuah tim HAM di lapangan akan secara independen menyelidiki insiden tersebut.
Serangan udara menyebabkan kematian penduduk sipil.
Angkatan udara Afghanistan, didukung oleh para penasihat koalisi NATO, telah meningkatkan serangan udara di negara itu beberapa bulan terakhir untuk mendorong Taliban ke meja negosiasi.
Meskipun begitu, banyak penduduk sipil dilaporkan telah terbunuh dalam berbagai insiden.
Baca: Amerika Hamburkan $28 Juta untuk Seragam Loreng Hijau Tentara Afghanistan
Pada awal bulan ini, sebuah unit pasukan keamanan dan intelijen Afghanistan melancarkan serangan mematikan di dua desa di distrik Chaparhar provinsi Nangarhar, yang menyebabkan kematian tujuh petani, termasuk dua remaja.
Pejabat Afghanistan mengatakan bahwa orang-orang yang terbunuh dalam serangan merupakan petempur Taliban.
Pada 31 Januari, pasukan khusus Afghanistan didukung serangan udara AS melancarkan sebuah serangan terhadap petempur Taliban di distrik Maiwand di Kandahar, menurut laporan Human Right Watch, yang dirilis pada Februari.
Setidaknya 20 penduduk sipil terbunuh dalam operasi itu, laporan tersebut mengatakan./ Nashirul Haq AR