Hidayatullah.com—Investigasi terhadap dugaan korupsi di lingkungan Council of Europe Parliamentary Assembly (PACE) berhasil mengungkap “ada kecurigaan kuat” bahwa sejumlah pejabat petahana dan mantan anggota dewan itu telah melanggar aturan dan “terlibat dalam aktivitas yang bersifat koruptif” dalam kaitannya dengan upaya Azerbaijan menghapus catatan hitam pelanggaran hak asasi manusia.
Dilansir Euronews, laporan setebal 198 halaman itu yang dipublikasikan hari Ahad (22/4/2018) itu menyebutkan sejumlah individu telah menerima suap dari pemerintah Azerbaijan dalam bentuk penginapan di hotel mewah, barang-barang super mahal dan bahkan pelacur yang disediakan para pelobi negara itu.
Merujuk investigasi sebelumnya pada tahun 2016 laporan itu menyebutkan, “Karpet-karpet mahal berharga ribuan euro diberikan sebagai hadiah; begitu banyaknya sampai-sampai kantor Kedutaan Azerbaijan menyediakan ruang tersendiri untuk menyimpannya.”
Laporan itu menyoroti “kurangnya transparansi dan regulasi yang layak” dana penunjukan komite Monitoring and Rules serta proses pemungutan suara yang membuka pintu bagi praktek memberi dan menerima suap.
Penyelidikan itu dipicu oleh skandal “Caviargate” 2013, yang mengindikasikan anggota-anggota dewan itu menerima suap agar menolak laporan yang menyebutkan soal eksistensi tahanan-tahanan politik di Azerbaijan.
Michele Nicoletti, yang terpilih sebagai presiden PACE pada bulan Januari, kepada para reporter hari Ahad lalu mengatakan, “Anggota-anggota parlemen yang terlibat telah diminta untuk menghentikan aktivitas mereka sementara sebuah komite (PACE) mengkaji situasi mereka kasus per kasus.”
PACE dibentuk dengan tujuan menegakkan hukum dan HAM di benua Eropa. Anggotanya terdiri dari 324 anggota parlemen dari 47 negara anggota, yang 28 di antaranya merupakan anggota Uni Eropa.
Kelompok antikorupsi global Transparency International menyambut baik hasil investigasi itu, yang di dalamnya menyebut soal keterkaitan mantan presiden PACE Pedro Agramunt dengan Azerbaijan dan perusahaan minyak negara itu, SOCAR.
- Walau Banjir Tudingan Korupsi Ilham Aliyev Kembali Jadi Presiden Azerbaijan
- Jurnalis Prancis Lolos dari Kasus Diktator Azerbaijan
Penasihat hukum Adam Foldes kepada Euronews mengatakan, “Para penyidik di balik laporan ini tidak dapat menyita bukti-bukti atau memaksa saksi untuk membuat pernyataan. Meskipun demikian, berdasarkan bukti kuat dugaan korupsi yang dipaparkan dalam laporan ini, pihak berwenang di negara manapun yang yuridiksinya terbuka untuk melakukan investigasi maka harus melakukan penyelidikan.”
Laporan tersebut muncul enam bulan setelah naggota-anggota dewan sepakat untuk memperketat aturan berperilaku dalam organisasi. Berdasarkan aturan baru, setiap anggota wajib bersumpah tidak akan memberikan janji, memberikan sesuatu, meminta atau menerima sesuatu, sebagai kompensasi dari apa yang menjadi tugasnya. Mereka juga diharuskan menyerahkan pernyataan perihal kemungkinan konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya di setiap awal sesi tahunan. Nantinya tim pemantau dan pelapor akan menindaklanjuti pernyataan yang mereka buat.
Peraturan baru itu juga membatasi akses pihak ketiga ke lingungan kantor PACE di Strasbourg dan memastikan bekas anggota-anggotanya tidak terlibat menjadi konsultan berbayar dengan memanfaatkan posisinya sebagai bekas anggota dewan tersebut.*