Hidayatullah.com–Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah meminta otoritas Myanmar untuk meninjau hukuman 7 tahun penjara terhadap dua koresponden kantor berita Reuters.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, mendesak pemerintah Myanmar untuk meninjau kembali keputusan mereka. Itu kata juru bicaranya, Stephane Dujarric.
“Tidak dapat diterima bahwa jurnalis ini dituntut karena melaporkan pelanggaran hak asasi manusia utama terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine,” katanya. Dujarric menambahkan bahwa Guterres akan terus mengadvokasi pembebasan mereka dan untuk “penghormatan penuh kebebasan pers dan semua manusia hak di Myanmar.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, mengatakan keputusan pengadilan dalam kasus ini didasarkan pada proses hukum yang melanggar praktik internasional.
Baca: Meliput Muslim Rohingya, Dua Wartawan Dihukum Tujuh Tahun
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Eropa, dan negara-negara termasuk Amerika Serikat, Kanada dan Australia telah menyerukan pembebasan dua wartawan dari kantor berita Inggris tadi.
“Hari ini adalah hari yang menyedihkan bagi Myanmar, wartawan Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, dan pers di mana-mana,” kata Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J Adler dalam sebuah pernyataan.
PBB dan beberapa negara mendesak kedua wartawan itu dibebaskan tanpa syarat.
Jerman dan Prancis menggambarkan keputusan pengadilan sebagai peristiwa pahit dan pukulan besar terhadap kebebasan media.
Sementara itu, Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley menyerukan pembebasan segera kedua wartawan tanpa syarat.
“Jelas semuanya bahwa militer Burma telah melakukan kekejaman besar,” bunyi pernyataan Haley.
Sebagaimana diketahui, Pengadilan Myanmar hari Senin, 3 September memutuskan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo bersalah melanggar Undang-Undang Rahasia Negara.
Baca: 2 Wartawan Reuters yang Dipenjara Rezim Myanmar Bersaksi
Dua wartawan ini dijebloskan penjara karena investigasi mereka atas laporan pembunuhan etnis Rohingya di wilayah Rakhine dan kemungkinan pasukan keamanan Myanmar terlibat.
Kedua wartawan itu diduga ditangkap pada bulan Desember ketika polisi memberi mereka dokumen rahasia.
Tekanan terus meningkat terhadap pemerintah pemenang Nobel Aung San Suu Kyi atas tindakan keras yang dipicu oleh serangan gerilyawan Muslim Rohingya terhadap pasukan keamanan di Negara Bagian Rakhine di Myanmar barat pada bulan Agustus 2017.
Selain 2 wartawan, lebih dari 80 orang, termasuk diplomat senior, dimasukkan ke pengadilan pada hari Senin tersebut.*