Hidayatullah.com– Kurang dari dua bulan lalu Emmanuel Macron memenangkan pemilihan presiden untuk periode kedua, tetapi sekarang dia justru kehilangan kontrol parlemen nasional Prancis sebab partainya dan koalisi tengahnya kalah dalam pemilu legislatif dari aliansi partai kiri dan kanan-jauh.
Elisabeth Borne, perdana menteri Prancis yang baru-baru ini ditunjuk Macron, mengatakan situasi seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
“Situasi ini menggambarkan risiko yang negara kita hadapi, mengingat kita menghadapi risiko dari dalam negeri maupun ditingkat internasional,” ujarnya, seraya berharap pemerintahannya akan berjalan dengan baik.
Namun, harapannya seperti sulit untuk diwujudkan, sebab dua kekuatan besar di Assemblée Nationale tampaknya enggan bekerja sama dengan pemerintahan Macron.
Pemimpin kanan-jauh Jean-Luc Mélenchon setelah gagal dalam pemilihan presiden, sekarang sukses membawa partai-partai pendukungnya menuju parlemen dalam koalisi partai Komunis dan Hijau yang disebut Nupes.
Kepada para pendukungnya dia mengatakan bahwa partainya Presiden Macron sudah mengalami kekalahan telak, dan setiap kemungkinan sekarang berada di tangan aliansinya.
Sementara itu, Marine Le Pen dan partai kanan-jauh Rassemblement National (RN) yang dipimpinnya sukses menambah jumlah kursi di parlemen dari 8 menjadi 89. Rakyat sudah bersuara, kata Le Pen, petualangan Emmanuel Macron sudah berakhir dan dia harus puas dengan hanya memimpin pemerintahan minoritas.
Macron bukan lagi Jupiter, kata profesor hukum tata negara Dominique Roussea merujuk pada julukan yang diberikan kepada Macron sebagai olok-olok terhadap ambisinya untuk menguasai pemerintahan Prancis.
“Bagi Macron, lima tahun ke depan ini hanyalah tentang negosiasi dan kompromi parlementer,” katanya kepada AFP Ahad (19/6/2022).
Kondisi saat ini sangat berbeda dibanding bulan April, ketika Macron mengalahkan Marine Le Pen secara meyakinkan dan terpilih sebagai presiden untuk kedua kalinya. Kala itu di parlemen Macron memiliki dukungan kursi 300 lebih. Saat ini dia gagal mengamankan 289 kursi yang diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan mayoritas, sebab dia hanya mengamankan 245 kursi.
Di antara sejumlah menteri pemerintahan Macron yang kalah dalam pemilu legislatif adalah Menteri Kesehatan Brigitte Bourguignon, yang harus mengakui keunggulan lawannya politisi kanan-jauh dengan hanya 56 suara.
Menteri Transisi Hijau Amélie de Montchalin juga kalah. Sementara Menteri Eropa Clément Beaune selamat meskipun sempat kalah di putaran pertama.
Politisi sekutu terdekat Macron yang juga ketua parlemen Richard Ferrand dikalahkan politisi aliansi Nupes, Mélanie Thomin.
Dari teritori Prancis di kawasan Karibia, Justine Benin yang menjabat menteri luar negeri di Guadalupe juga kehilangan kursinya di parlemen nasional Prancis.
Sejumlah kebijakan Macron kemungkinan besar akan mendapatkan perlawanan keras dari parlemen, di antaranya rencana kenaikan batas usia pensiun dari 62 menjadi 65 tahun dan kebijakan luar negeri yang dianggap kurang menguntungkan bagi bangsa Prancis – sebagaimana diketahui Macron dikenal sangat pro-Uni Eropa sedangkan Le Pen bersikap berbeda 180 derajat.*