Hidayatullah.com |Sahabatsuriah.com-– Dua dari enam distrik di propinsi Homs, Suriah, dikabarkan sudah jatuh ke tangan rezim Bashar al-Assad yang ditopang habis-habisan oleh Russia, Iran, milisi Syi’ah Hizbullah dari Libanon.
Awal Juni lalu, ribuan milisi Syi’ah dari Libanon, Iran dan Iraq masuk menyerbu ke kota Qusayr, sesudah jet-jet tempur rezim mengebom habis kawasan Homs ini. Ratusan warga menemui syahid (Insya Allah) dan ribuan orang luka-luka.
Para pejuang pembebasan Suriah, Jaysul Hur (Free Syrian Army), berusaha bertahan namun kurangnya persenjataan dan amunisi menyebabkan mereka harus mundur bersama para warga. Qusayr kini bagai kota hantu.
Sekarang Khalidiyah, distrik terbesar di Homs dikabarkan sudah “dibebaskan dari teroris” oleh rezim Suriah – demikian menurut media corong pemerintah.
Namun sejumlah relawan media dan pihak pejuang menyatakan bahwa “80 persen” saja yang sudah jatuh dan masih ada kantung-kantung di mana perlawanan masih terus berlangsung.
Namun korban terus berjatuhan. Dalam sehari kemarin, 38 anak Homs mati terbantai. Total jumlah kematian kemarin, 29 Juli, mencapai 150 orang – terutama warga biasa.
Homs sebenarnya sudah dibebaskan dari tangan rezim Bashar al-Assad sejak musim panas 2011, dan Masjid Khalid bin Walid yang indah di tengah kota adalah saksi detik-detik kelahiran tsaurah atau revolusi. Kini Masjid Khalid bin Walid dan makam Sahabat Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam itu hancur lebur diledakkan dengan berbagai jenis alat peledak rezim Assad.
Kekurangan Senjata, Amunisi
Sama dengan saat jatuhnya Qusayr ke tangan rezim yang sudah membunuh lebih dari 100 ribu warga Suriah itu, jatuhnya Khalidiyah sudah diduga oleh banyak pihak. Seorang diplomat Barat, menurut Paul Wood dari BBC News, menyatakan sudah diberitahu seoranbg komandan FSA bahwa para pejuang tidak berhasil mendapatkan bantuan amunisi atau suplai lainnya dari pihak mana pun.
Masih ada kawasan lain di Homs yang dikuasai para pejuang namun dikabarkan bahwa rezim Suriah berencana melebarkan ofensif mereka ke seluruh Homs dan bahkan ke propinsi Aleppo yang sekitar separuhnya sudah dibebaskan oleh pejuang.
Aleppo adalah pintu masuk Suriah bagi bantuan kemanusiaan dari luar negeri karena berbatasan dengan Turki. Kalau Aleppo sampai tertutup maka tertutuplah pintu terpenting bantuan bagi warga Suriah. Namun para pejuang tetap yakin, mereka akan hidup merdeka atau mati bermartabat dan karenanya akan tetap bertahan sampai darah penghabisan.
‘Segera Berakhir’?
Sejumlah analis Barat sudah meramalkan bahwa revolusi kaum Muslimin di Suriah yang sudah 40 tahun ditindas rezim Syi’ah Alawiyah pimpinan keluarga al-Assad ini akan segera berakhir karena ketiadaan bantuan persenjataan berarti.
Amerika Serikat mengaku akan membantu persenjataan ringan – pernyataan yang menjadi bahan tertawaan banyak pejuang karena bantuan itu tidak pernah datang. Dikabarkan berbagai media, termasuk BBC, Qatar dan Saudi Arabia sudah membantu, sementara Inggris sedang “berpikir” akan membantu persenjataan.
Pimpinan FSA Jenderal Salim Idriss sudah menyatakan, kalau datang bantuan persenjataan berarti, maka FSA akan dapat memenangkan perjuangan ini hanya dalam 6 bulan.*