Kamis, 20 Oktober 2005
Hidayatullah.com—Ketua MPR Hidayat Nurwahid meminta pemerintah agar upaya pemberantasan terorisme tidak menghadirkan trauma masa Orde Baru.
"Secara prinsip kita semua melawan terorisme dan kita menyambut siapa pun yang akan melawan terorisme," kata Hidayat usai penyerahan nomor pokok wajib pajak (NPWP) ke-10 juta di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (19/10).
Namun, katanya, cara-cara untuk menangani terorisme hendaknya tidak menimbulkan trauma masa Orde Baru, misalnya dengan adanya komando teroterial (Koter), badan pembina desa (BABINSA) dan pesantren yang diawasi.
"Itu malah menimbulkan kondisi yang tidak kondusif di tingkat warga," katanya.
Hidayat mengatakan perang melawan terorisme hendaknya dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Dia juga menekankan bahwa pesantren bukan merupakan sarang terorisme karena tidak mengajarkan terorisme.
Pesantren, katanya, adalah salah satu lembaga pendidikan yang sejak zaman kolonial yang telah membantu bangsa Indonesia menjadi merdeka.
Karena itu, katanya, jika ada alumni pesantren yang bermasalah maka orang itu saja yang dipermasalahkan, jangan institusi pesantrennya.
"Sebab jika institusinya dipermasalahkan maka nama baik pensantren akan cedera dan itu tidak kondusif melawan terorisme," katanya.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari yang lalu Wapres Jusuf Kalla saat buka puasa bersama KAHMI di kantor Wapres, Sabtu (15/10) sempat mengatakan akan melakukan pembatasan terhadap pesantren dan akan menerapkan keamanan seperti gaya Orde Baru.
Pernyataan Wapres juga didukung dengan komentar Kepala Desk Antiteror Irjen Ansyaad Mbai dalam sebuah wawancaranya di Tempo, edisi 16 Oktober 2005 di halaman 102 yang menuduh 50% khobah Jum’at dipenuhi kebencian dan dirinya berjanji akan menangkap para khatib jika ada yang melaporkan.
"Sekarang kita lihat saja, setiap khutbah Jum’at itu 50 % menyebarkan kebencian, itu yang harus jadi target kita, kita butuh orang yang dengerin, saya butuh orang yang lapor, nanti kita tangkap, " begitu kutipnya.
Pernyataan inilah yang hari-hari ini sedang dipermasalahkan banyak tokoh Islam karena dikhawatirkan kembali hadirnya ‘tangan besi’ Orde Baru, di mana telah banyak membuat trauma terhadap umat Islam. . (ant/rri/cha)