Hidayatullah.com–Kementerian Agama mengakui adanya kemungkinan perbedaan merayakan Idul Adha antara ormas Islam tahun ini, namun dengan intensifnya pertemuan antarormas Islam, diharapkan perbedaan itu bisa disatukan.
“Kami berharap perbedaan metode penetapan tanggal ini bisa disatukan,” kata Dirjen Bimas Islam Prof Dr Nasaruddin Umar mengemukakan hal itu kepada wartawan di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Jumat (22/10) sore.
Pihaknya akan menggelar sidang itsbat (penetapan) awal bulan Dzulhijjah 1431 Hijriyah pada 6 November 2010 untuk mengetahui kapan Hari Raya Idul Adha 10 Duzlhijjah.
“Pada hari itu akan dilakukan rukyatul hilal, sekaligus rapat Badan Hisab Rukyat (BHR) penentuan Idul Adha,” kata Nasaruddin, didampingi Sekretaris Ditjen Bimas Islam Muhaimin Luthfi, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Rohadi Abdul Fatah, Direktur Penerangan Islam Ahmad Djauhari, Direktur Pemberdayaan Zakat Abdul Karim, dan Direktur Wakaf Mashudi.
Menurut dia, sudah empat tahun ini umat Islam di Indonesia selalu memulai puasa Ramadhan dan merayakan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha secara bersamaan, kecuali ada sekelompok kecil pengikut tarekat yang merayakannya pada tanggal yang berbeda.
“Selama empat tahun ini tidak ada lebaran ganda,” kata Nasaruddin.
Namun tahun ini, ujar dia, posisi hilal di sebagian Indonesia masih di bawah ufuk dan sebagian lain di atas ufuk, tapi di bawah dua derajat. Posisi ini kritis bagi terjadinya perbedaan, khususnya karena metode dua ormas Islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam menentukan Idul Adha tidak sama.
“NU berpedoman rukyat sebagai metode utama, sedangkan hisab sebagai konfirmasi. Sebaliknya Muhammadiyah, metode hisab sebagai metode utama dan rukyatul hilal sebagai konfirmasi,” jelas Nasaruddin.
Dikatakannya, Muhammadiyah menurut kalender hisab organisasi ini telah menetapkan 1 Dzulhijjah 1431H jatuh pada hari Ahad pada 7 November 2010. Dengan demikian Muhammadiyah memutuskan 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Selasa, 16 November.
Sementara, menurut NU, penentuan awal bulan harus dilakukan dengan rukyat, meski di bawah dua derajat, hilal akan sulit terlihat sehingga potensi berbeda pendapat ada, ujar Dirjen.
Ia mengatakan, pihaknya berupaya mempertemukan ormas-ormas Islam agar masalah perbedaan hari raya tidak berkembang lebih luas di masyarakat.
“Lebaran itu sunah, menyatukan umat itu wajib,” tandasnya. [ant/hidayatullah.com]