Hidayatullah.com–Persoalan korupsi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono didiskusikan di Cafe Galeri Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat. Diskusi yang berlangsung pada Rabu (01/08/2012) itu mengambil tema “Menimbang Solusi Atas Kriminalisasi Rezim SBY terhadap Misbakhun, Antasari Azhar, dan Aktivis Mahasiswa: Mahkamah International atau Pengadilan Rakyat?”
Kuasa hukum Antasari Azhar, Dr Makdir Ismail, mengatakan, ada kesalahan dalam mempidanakan para koruptor. Saat ini banyak orang dipenjara dengan tuduhan korupsi, padahal dia tidak melakukan korupsi.
“Hanya karena salah tanda tangan seseorang dituduh koruptor. Padahal eksekusi korupsi bukan pada orang tersebut, bahkan orang tersebut tidak menikmati sedikit pun harta korupsi tersebut,” katanya kepada hidayatullah.com.
Kasus Misbakhun salah satu contoh. Ia dituduh pelaku korupsi, padahal tidak terbukti melakukan korupsi. Ini adalah gambaran eksekusi yang salah dalam memenjarakan para tertuduh koruptor.
Adhie M Massardi, Ketua Gerakan Indonesia Bersih (GIB) mengatakan, pemerintahan SBY tutup mata dengan aspirasi masyarakat yang serius ingin memerangi korupsi. Ia membandingkan, di zaman Orde Baru orang tidak boleh bicara, sedang di era SBY justru terbalik. Kita boleh bicara apa saja, semau kita, namun SBY tetap tutup kuping dan mata tidak peduli.
“Ini era post-otoritarianism (era pascaotoriter). Sama saja nggak ada dialog juga (dengan pemerintah),” jelasnya dalam diskusi yang diselenggarakan oleh GIB tersebut.
Sedang Permadi, SH menilai, selama kepentingan ekonomi neo-liberal masih ada di Indonesia, maka budaya korupsi akan selalu ada. Korupsi dan ekonomi liberal adalah ada dua sisi mata uang.*