Hidayatullah.com–Novelis Islam ternama Indonesia, Pipiet Senja mengemukakan pendapatnya atas keutamaan menulis dalam berdakwah. Hal ini disampaikan terkait keprihatinannya melihat semakin maraknya beredarnya buku-buku yang mengajarkan kesesatan Islam. Di sisi lain, komposisi penulis Islam intelektual di Indonesia masih minim kaderisasi.
“Saat ini umat Islam membutuhkan gerakan untuk memotivasi para dai menulis. Kita bisa membaca sejarah Cut Nyak Dien hingga Imam Bonjol, karena saat itu mereka suka menulis,” jelas Pipit kepada Hidayatullah.com, Senin (03/09/2012).
Saat ini sosok-sosok sastrawan Islam seperti Taufik Ismail yang dikenal gigih membela Islam melalui sastra, sudah harus dipikirkan kaderisasinya. Bahkan menurutnya, fokus umat Islam yang selama ini menjadikan tokoh-tokoh INSIST seperti Adian Husaini, Adnin Armas hingga Fahmi Hamid Zarkasyi sudah sudah harus disiapkan kaderisasinya. Jangan sampai umat Islam kehabisan penulis Islam.
Minat menulis harus dikuasai, mulai kalangan pelajar Islam, santri-santri pesantren hingga mereka yang tidak merasakan bangku sekolah.
“Siapapun bisa menulis, yang penting dia mau belajar. Saya sendiri tidak lulus SMA, saya mampu menulis karena saya mau belajar. Jadi menulis berawal dari kemauan, bukan status pendidikan,” tambah penulis yang mengagumi gaya menulis Fauzil Adzim ini.
Pipit juga menegaskan agar para penulis pemula dan para penulis Islam senior mau bersinergi. Para penulis senior seperti di INSIST dan komunitas penulis Islam lainnya mau turun bumi untuk memikirkan masalah kaderisasi. Semakin maraknya penulis Islam yang mengerti kaidah jurnalistik dan pola EYD (ejaan yang disempurnakan), akan membuat dakwah Islam semakin kuat.
“Tulisan itu terlihat biasa, namun ketajamannya bisa lebih menusuk lebih dari peluru. Karena tulisan tidak menyerang fisik dan dia bisa memperbaiki cara berpikir, sekaligus cara berpikir bisa rusak karena sebuah tulisan,” kata novelis yang juga menyukai cara menulis Majalah Suara Hidayatullah ini.
Saat ini, Pipit sedang mengimplementasikan keseriusannya melakukan kaderisasi penulis Islam. Dia merintis rumah menulis untuk para yatim piatu di Cimahi-Jawa Barat. Selain menulis, tempat tersebut juga menjadi tempat untuk belajar dan menghafal Al Qur’an bagi anak-anak jalanan.*