Hidayatullah.com — Dunia akademik kembali berduka. Dua kelompok mahasiswa di kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, Rabu (20/11) kemarin, terlibat bentrok. Kericuhan itu tambah gaduh karena diantaranya ada yang membawa pedang dan benda tajam lainnya.
Tokoh senior Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Selatan, Abdul Aziz Kahar Muzakkar, menyayangkan peristiwa memalukan itu yang menurutnya telah mencoreng nama baik dunia kampus sebagai ranah akademis.
“Kita mengecam tindakan kekerasan apapun tanpa dalih yang dibenarkan. Apa yang terjadi di Makassar itu, sekali lagi, menunjukkan darurat moral dunia akademik,” kata Abdul Aziz kepada hidayatullah.com, Kamis (21/11/2013).
Menurut Aziz, tindakan kekerasan yang kerap berujung pada aksi vandalisme dipertontonkan mahasiswa merupakan sebuah upaya untuk unjuk kemapanan (show of force) satu kelompok terhadap kelompok lain yang dianggap sebagai lawan.
“Sebagai kaum muda, mereka mau menunjukkan kehebatannya dengan cara cara kekerasan bahwa mereka tidak terkalahkan. Mata rantai ini harus diputus dan harus lebih menonjolkan tradisi dialog sebagai kultur dasar dunia kampus,” katanya.
Apabila budaya arogansi seperti ini tidak segera dipangkas dari akarnya, Aziz khawatir kelak akan membahayakan masa depan mahasiswa dan dunia akademik sebagai institusi utama pencetak generasi bangsa.
Untuk keluar dari persoalan pelik yang kerap melanda sejumlah kampus besar di Makassar itu, Aziz memandang perlunya institusi kampus membangun pola pendidikan yang terintegrasi. Kampus tidak semata-mata hanya berkewajiban mengajar tapi juga melakukan pembinaan moral.
“Harus ada konsistensi pembinaan. Kalau ada mahasiswa yang tak mengindahkan aturan bahkan mencoreng nama baik kampus, pecat saja. Keluarkan,” ujar pria yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sulawesi Selatan ini.
Seperti diberitakan, dua kelompok mahasiswa di kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, Rabu (20/11/2013) kemarin, terlibat bentrok. Kericuhan itu tambah gaduh karena diantaranya ada yang membawa pedang dan benda tajam lainnya.
Saking arogannya, Wakil Rektor III UMI Prof Akhmad Gani mengaku nyaris kena sabetan parang.
“Saya hampir diparangi oleh mahasiswa saya sendiri karena aparat terlambat masuk ke dalam kampus,” aku Akhmad dikutip detikcom.*