Hidayatullah.com — Keluarga dinilai sebagai instrumen penting dalam mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial atau PMKS dengan cara menumbuhkan mental kemandirian sejak dini. Mengemis adalah salah satu indikator persoalan PMKS dilatari oleh lemahnya etos kemandirian.
“Pengentasan PMKS seperti pengemis ini tidak bisa lagi semata mengandalkan panti atau tempat singgah lainnya. Harus dimulai dari keluarga,” kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Depok, Diah Sadiah, ditemui hidayatullah.com baru baru ini.
Diah menjelaskan, orangtua memiliki peran utama dalam mendidik dan mengembangkan potensi anak-anaknya agar menjadi manusia-manusia yang ulet, mandiri, dan memiliki etos kerja baik. Mental tersebut harus ditumbuhkan dengan pendekatan persuasif dan edukatif, tukas Diah.
Budaya suka meminta-minta alias mengemis, kata Diah, harus dihentikan sebab lambat laun dapat menjadi budaya bangsa. Menurutnya, ini bisa dientaskan dengan kerjasama semua pihak.
“Jangan kita pelihara pengemis dengan selalu memberi yang membuat nyaman mereka. Itu akan merusak mereka, membuat mereka malas, etos kerjanya rendah,” katanya mengimbuhkan.*
Kendati demikian, untuk di Depok sendiri, ia mengaku pihaknya rutin memonitoring terhadap 37 panti yang menjadi mitra Pemkot Depok dalam menangani masalah PMKS di wilayah ini. Ke depannya pihaknya juga akan mengaktifkan Forum Panti untuk mendiskusikan masalah tersebut.
Diah mengimbuhkan, terkait pengawasan pihaknya bersinergi dengan Satpol PP. Karena menurutnya penciptaan efek jerahnya itu ada di Satpol PP. Dinsosnaker tidak bisa memberikan efek jera, Diah menjelaskan pihaknya lebih kepada bagaimana mengembangkan dan membina potensi apa yang bisa dikembangkan oleh mereka setelah ditindak.
“Kita ajak, kita bimbing. Dari sisi agama kita sampaikan bahwa meminta minta itu tidak dibolehkan. Jadilah insan yang baik, kita ajak agar mereka dapat bermanfaat untuk manusia,” imbuh dia.
Adapun pengemis dan anak jalanan yang masih di bawah umur, Dinsosnaker akan langsung mengintervensi orangtuanya dengan menjelaskan bahwa anak anak itu tidak boleh dikasih pekerjaan. Anak anak itu wajib sekolah, wajib dididik sama orangtuanya, dan wajib menerima hak hak anak dari orangtua.
“Jadi kita berdayakan orangtuanya. Orangtuanya kita panggil. Saya tidak akan berhenti memproteksi jika sang anak belum dijemput oleh orangtuanya,” imbuh Diah.
Diah mengungkapkan bahwa pihaknya bertugas untuk merehabilitasi dan pengembangan potensi anak. Secara pribadi dia menekankan tidak akan membiarkan anak-anak turun ke jalan.
Jika mendapatkan anak yang berhasil terjaring, mereka akan dimukimkan di rumah perlindungan sosial anak maksimal sampai 3 hari rata-rata lalu kemudian dijemput sama orangtuanya.
“Pokoknya saya berkewajiban menyampaikan bagaimana perlindungan anak kepada orangtua. Bahwa membiarkan anak menggelandang dan mengemis di jalan itu melanggar. Hak ahak anak itu harus diterima dan kewajiban orangtua memberikan hak hak anak. Itu yang kami sampaikan, rata rata orangtua itu nangis ketika ini kami sampaikan,” ungkapnya.
Diah menuturkan dirinya selalu berikhtiar bahwa apa yang harus disampaikan harus sampai ke mereka karena siapa tahu mereka belum tahu.