Hidayatullah.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) wilayah Jawa Timur menilai sikap pemerintah saat ini seolah memberikan angin segar kepada eks PKI dan simpatisannya. Hal itu dirasa justru mengusik ketenangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang saat ini sudah menuju ke arah yang semakin kondusif.
“Kami menolak segala tindakan untuk memberikan kesempatan bangkitnya kembali komunisme, fakta sejarah menjadi bukti bahwa komunisme telah berkali-kali mendalangi pemberontakan, keberadaannya adalah bahaya laten terhadap kedaulatan negara NKRI yang berdasarkan Pancasila,” ujar KH. Abdusshomad Buchori, Ketua MUI Jawa Timur dalam pernyataan sikapnya kepada hidayatullah.com, Selasa (17/05/2016).
Kiai Somad menilai, beberapa cara dilakukan oleh para mantan aktivis, nara pidana PKI serta simpatisannya untuk menghilangkan jejak kejahatan masa lalu dengan melakukan berbagai upaya seperti, membangun opini dengan memutarbalikkan fakta.
Termasuk juga dengan membuat film yang tidak menyampaikan informasi secara utuh, membentuk beberapa organisasi seperti Pakorba Sekretariat Bersama Korban 1965, LPR KROB, YPKP 1965 dan sebagainya. Juga menggunakan kekuatan lain untuk membuat tuntutan mencabut TAP MPRS No XXV/1966.
“Mereka menghembuskan isu bahwa peristiwa masa lampau yang melibatkan PKI bukan merupakan pemberontakan, tetapi sebagai peristiwa rekayasa politik yang dilakukan oleh para elit,” jelasnya.
Para aktivis dan simpatisan PKI, tambah Kiai Somad, juga mereduksi peristiwa G 30 S PKI sebagai peristiwa yang mengandung pelanggaran HAM berat dengan memposisikan PKI sebagai korban.
“Padahal bila dicermati secara utuh, pembantaian terhadap PKI adalah merupakan tindakan penumpasan karena PKI telah melakukan pemberontakan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, komunisme adalah faham ideologi ekstrim radikal berbasis pada faham marxisme-lenninisme yang sudah banyak melakukan tindakan kejahatan brutal membantai manusia di berbagai negara. Tidak kurang dari 500 ribu orang dibantai oleh Lennin di Rusia, 2,5 juta rakyat Kamboja dibantai oleh Pol Pot, jutaan rakyat RRC dibantai oleh Mao Tsetung.
Di Indonesia sendiri, terang Kiai Somad, PKI beberapa kali melakukan pemberontakan dengan melakukan pembantaian yang sasaran dan korbannya adalah umat Islam (para kiyai dan tokoh), khususnya tahun 1948 dan 1965.
“Komunisme adalah faham atheisme yang sudah tentu menjadi lawan kaum beragama, sehingga dalam setiap pemberontakannya umat beragama menjadi sasarannya. Idiologi komunis juga bertentangan secara diametral dengan idiologi Pancasila, karena itu idiologi komunis tidak boleh diberi peluang untuk hidup di Indonesia,” tandasnya.
Untuk itu, lanjutnya, MUI Jawa Timur meminta pemerintah bersikap obyektif, melihat fakta secara utuh, tidak anakronis, dengan dalih rekonsiliasi sekalipun.
“Kami tidak menampik keinginan pemerintah untuk memperlakukan mereka secara kemanusiaan, namun jika dikait-kaitkan bahwa mereka adalah korban tragedi 1965 jelas mencederai rasa keadilan sebagian besar dari anggota masyarakat yang justru menjadi korban yang sebenarnya atas kebiadabaan yang dilakukan oleh PKI sejak tahun 1948. Dan jika ini dipaksakan justru berpotensi membuka luka lama seperti membangunkan singa yang sedang tidur,” pungkasnya.*