Hidayatullah.com – Tim Advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF-MUI), Kapitra Ampera menegaskan, unjuk rasa merupakan aktivitas yang dilindungi Undang-undang sebagai bentuk mengemukakan pendapat.
Ia meminta berbagai pihak, termasuk negara tidak boleh melarang proses aksi yang dilakukan oleh warga Negara, apalagi sampai menakut-nakuti warganya.
“Kami datang dengan damai, berhenti menakut-nakuti kami,” ujarnya di AQL Islamic Center, Jakarta, Selasa (02/05/2017).
Menurutnya, unjuk rasa merupakan hak dasar sebagai masyarakat sebagaimana tercantum dalam UU nomor 9 tahun 1998, bahwa cara menyampaikan pendapat bisa dengan demonstrasi atau berunjuk rasa. Dan juga dilindungi oleh UU nomor 12 tahun 2005 tentang hak-hak sipil dan politik.
Baca: Bachtiar Nasir Jelaskan, Kenapa Aksi GNPF Selalu Hari Jumat dan Dimulai dari Masjid
Bahkan, sambungnya, dalam pasal 18 UU nomor 9 tahun 1998 disebutkan barang siapa yang melarang demostrasi atau unjuk rasa dapat dihukum 1 tahun penjara.
Kapitra mengungkapkan, dalam proses menuntut keadilan tersebut umat Islam senantiasa menempuh jalur konstitusional, dan jauh dari upaya makar sebagaimana yang sering dituduhkan.
Baca: Aksi Simpatik 5 Mei, Shalat Jumat di Istiqlal dan Jalan Kaki ke MA
“Itu bagian dari menjalankan Undang-undang. Dan kami akan mencari keadilan itu kemanapun dengan cara konstitusional. Mendatangi semua pihak, mengetuk hati mereka,” ungkapnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebagaimana diketahui, GNPF MUI kembali akan menggelar Aksi Simpatik 55 pada Jum’at (05/05/2017) mendatang guna memberi dukungan kepada Majelis Hakim yang akan memutuskan perkara penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menjadi perhatian banyak masyarakat, mengingat sebelumnya, JPU hanya menuntut hukuman 1 tahun penjara dengan 2 tahun percobaan.*